Suara.com - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bekerja sama dengan World Medical Association (WMA) menyelenggarakan Simposium International Code of Medical Ethics (ICoME) terkait revisi Kode Etik Kedokteran Dunia, Minggu (03/07/2022).
Ketua Panitia Simposium WMA Jakarta, Dr Pukovisa Prawiroharjo, SpS(K) mengatakan, Simposium ini merupakan pembukaan dari rangkaian konferensi World Medical Association yang nantinya akan berlangsung pada 4-5 Juli 2022 di Jakarta.
Dengan tema ”How Indonesian Medical Association (Ikatan Dokter Indonesia) and Worldwide Medical Organizations Standardize Medical Ethics and Professionalism”, simposium ini berfokus pada masalah etik kedokteran tidak hanya di Indonesia, tetapi juga dunia.
“Adalah kebanggaan bagi kami Indonesia dengan segala opsi negara yang lain kita melakukan korespondensi yang baik juga sudah lama sejak awal untuk inisiatif dari WMA yang memang menjadi agenda prioritas untuk melakukan revisi International Code of Medical Ethics yang kemudian jadi acuan nilai global dari seluruh dokter, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga dunia,” ucap Pukovisa, Minggu (03/07/2022).
Baca Juga: Apa Saja Kode Etik Keperawatan Agar Kasus Viral Nakes di TikTok Tak Terulang?
Sementara itu, Ketua Umum PB IDI Dr M Adib Khumaidi, SpOT mengatakan adanya acara ini menjadi kepercayaan dari WMA kepada Indonesia. Hal ini karena kolaborasi yang dilakukan bukan hanya terkait dengan masalah etik kedokteran internasional saja, namun juga dalam setiap hal terkait kedokteran dan dunia medis.
“Kita sudah lama berkolaborasi bukan hanya kaitannya dengan masalah etika saja tetapi juga dalam pelatihan-pelatihan dengan lainnya karena kita sudah menjadi satu bagian di antara negara-negara lain as a part of World Medical Association,” kata Adib.
Secretary General (Sekjen) World Medical Association, dr Otmar Kloiber menuturkan adanya revisi etika ini dapat membuat dokter mengetahui berbagai norma, hukum, dan peraturan yang berlaku. Norma dan aturan yang berlaku sendiri juga dibuat tidak mengurangi komitmen dan prisip dokter yang telah ada.
Hal ini juga akan berpengaruh terkait cara dokter menjalankan tugas kepada pasien, dokter atau petugas kesehatan lain, dan untuk dirinya sendiri.
“Dokter harus mengetahui norma dan standar etika, hukum, dan peraturan nasional yang berlaku, serta norma dan standar internasional yang relevan. Norma dan standar tersebut juga tidak boleh mengurangi komitmen dokter terhadap prinsip-prinsip etika yang ditetapkan dalam Kode Etik ini,” tutur Otmar.
Baca Juga: Hadiri World Health Assembly di Swiss, IDI Dukung Pemulihan Kesehatan Dunia
Melihat adanya kerja sama ini, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin berharap hal ini dapat membuat transformasi kepada IDI dalam mewujudkan sistem kesehatan yang lebih berkualitas untuk seluruh masyarakat Indonesia.
Tidak hanya itu, Budi mengatakan, kerja sama ini juga dapat mengembangkan dan membentuk dokter-dokter yang memiliki kompetensi untuk bersaing di tingkat global.
“Hal ini dapat mewujudkan transformasi sistem kesehatan yang merata dan berkualitas bagi seluruh masyarakat Indonesia. Selain itu, Indonesia diharapkan dapat berkontribusi untuk menghasilkan dokter yang memiliki kompetensi mendalam, mampu bersaing di tingkat global, berorientasi sosial, dan bersedia melayani kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia,” ungkap Budi.