Suara.com - Perencana keuangan mengingatkan orangtua untuk tidak hanya sekedar mengajarkan anak menabung. Sebab, mengajarkan anak mengatur keuangan memiliki manfaat yang lebih besar.
Ini karena kebiasaan menabung, harus dibarengi dengan kemampuan anak mengelola uang yang sudah ia miliki.
"Banyak yang memiliki pemahaman jika si anak sudah diajari menabung maka sudah cukup, dan mereka dianggap sudah bisa mengatur keuangannya, sebenarnya tidak seperti itu," ujar Financial Planner, Annisa Steviani dalam acara Media Gathering Shopeepay, Rabu (29/6/2022).
Annisa mengatakan, cara mengatur keuangan bahkan sudah bisa diberikan untuk anak usia balita. Materi yang diajarkan berupa uang bisa digunakan sebagai alat tukar.
Baca Juga: Kisah Nenek Aisyah di Kukar, Pergi Haji dari Hasil Menabung Rp 5 ribu Sehari Sejak 1995
Setelah anak memahami ini, bisa ditambah dengan pengetahuan alasan orangtuanya atau orang dewasa harus bekerja untuk mendapatkan uang.
"Uang untuk membeli mainan atau lainnya karena anak jaman sekarang lumayan kritis. Biasanya mereka menimpali 'aku nggak usah beli mainan jadi mama nggak perlu kerja'. Pada kondisi ini orangtua harus kasih pengertian lain, berupa kebutuhan sehari-hari," terang Annisa.
Melalui cara ini biasanya anak lebih mengerti saat harus ditinggal orangtuanya bekerja. Barulah tahap berikutnya anak diajarkan cara berbelanja, memperkenalkan istilah murah, mahal atau cukup berdasarkan jumlah uangnya.
"Apalagi saat pandemi seperti ini, sang anak akan belajar saat pandemi yang membelanjakan uangnya melalui online dan bisa melakukan perbandingan harga secara online, perbandingan ongkir, perbandingan kualitas," paparnya.
Tahap yang terakhir, anak bisa diajarkan cara membedakan keinginan dan kebutuhan. Apalagi saat ia dihadapkan pada dua pilihan, tapi uangnya hanya cukup membeli salah satu barang.
Baca Juga: 4 Hal yang Bisa Dipelajari dari Buku 'The Richest Man in Babylon'
"Kalau uangnya belum cukup, ia harus menabung lebih dulu. Ia juga harus bedakan benda kebutuhan yang jika tidak dibeli akan jadi lapar, haus, kepanasan, atau proses belajar di sekolah terganggu. Kalau cuma keinginan, paling hati doang sakit atau kecewa," tutup Annisa.