Empat Inovasi Baru yang Dipercaya Bisa Mengubah Pengobatan Kanker

SiswantoBBC Suara.Com
Rabu, 29 Juni 2022 | 11:55 WIB
Empat Inovasi Baru yang Dipercaya Bisa Mengubah Pengobatan Kanker
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kanker adalah salah satu penyakit yang paling banyak menyebar di muka bumi. Untungnya, sudah ada banyak kemajuan untuk mengobatinya.

Setiap tahun, dokter-dokter dari seluruh dunia berkumpul di Chicago, Amerika Serikat, untuk berbagi informasi mengenai diagnosis dan pengobatan terbaru.

Dalam pertemuan American Society of Clinical Oncology tahun 2022, kemajuan baru yang dipresentasikan memberikan lebih banyak harapan bagi komunitas medis.

Menurut para ahli, pengetahuan terkait pengobatan itu juga memberikan perubahan perspektif untuk memerangi beberapa jenis tumor.

Baca Juga: 6 Manfaat Daun Pepaya yang Dapat Menurunkan Risiko Kanker

Berikut beberapa jenis pengobatan baru dan apa artinya bagi dunia kesehatan.

1. Kanker payudara: sebuah obat yang bermanfaat bagi lebih banyak orang

Trastuzumab, pengobatan intravena, telah digunakan untuk mengobati kanker payudara selama beberapa dekade.

Obat itu bekerja dengan baik, tapi memiliki satu keterbatasan: hanya bisa diresepkan untuk para pasien yang memiliki gen HER2.

HER2 (human epidermal growth factor) merupakan sejenis gen penghasil protein atau reseptor HER2, yang membantu mengendalikan pertumbuhan dan perbaikan sel-sel payudara.

Jika produksi proteinnya tinggi dan terjadi kelebihan, itulah yang dapat mendorong kanker untuk tumbuh dan bermetastasis lebih cepat.

Baca Juga: Temuan Baru: Ternyata Sel Kanker Payudara Menyebar di Malam Hari ketika Pasien Tidur

Sebuah senyawa baru, trastuzumab deruxtecan, dapat membawa perubahan.

"Kami melihat kemunculan obat revolusioner," kata ahli onkologi Romualdo Barroso, koordinator penelitian di Rumah Sakit Suriah-Lebanon di Brasilia.

Obat itu seperti kuda troya, kata Barroso. Artinya, obat itu memasuki tubuh seolah-olah sebagai sesuatu, tetapi dalam kenyataannya obat itu bekerja dengan cara lain.

Di satu sisi, trastuzumab adalah antibodi monoklonal yang, dalam kasus kanker payudara, mengikat reseptor yang ditemukan di permukaan sel kanker.

Obat itu "menarik perhatian" sistem kekebalan, yang melihat kanker sebagai ancaman dan mulai melawannya.

Baca juga:

Kemudian, deruxtecan mulai menyerang sel-sel yang sakit. Ini adalah efek kedua dari obat trastuzumab deruxtecan. Obat kemoterapi ini menghancurkan tumor dari dalam ke luar.

Kebaruan yang dibawa obat ini tidak hanya ada pada cara kerjanya, tetapi juga pada efek kerjanya yang baik, bahkan pada pasien yang memiliki gen HER2 yang kurang berkembang. Barroso memperkirakan hampir 7 dari 10 pasien dapat memanfaatkannya.

Trastuzumab deruxtecan diberikan ke pembuluh darah setiap 21 hari dan masih menunggu persetujuan untuk digunakan di rumah sakit oleh badan-badan yang berwenang.

Pada prinsipnya, obat itu bisa digunakan ketika pilihan pengobatan pertama gagal dan ada metastasis. Menurut Barroso, kemungkinan besar seiring berjalannya waktu, obat itu juga akan menjadi pilihan untuk pengobatan tumor stadium awal.

2. Kanker rektum: obat dengan hasil yang luar biasa (bahkan bagi para dokter)

Bayangkan, ada sebuah obat yang bisa menghilangkan penyakit pada semua pasien.

Inilah yang terjadi dalam pengujian dostarlimab, yang digunakan untuk pengobatan kanker rektum, saat dilakukan studi pendahuluan untuk melihat apakah obat itu bekerja atau tidak.

Obat ini, yang sudah digunakan untuk tumor lainnya, merangsang sistem kekebalan untuk menyerang mereka.

Dalam tahap pengujian, ada 12 pasien yang diobati dengan dostarlimab. Para periset mengikuti perkembangan mereka selama enam bulan setelahnya.

Hasil akhirnya, tidak ada yang memiliki bukti terdapat tumor di dalam tubuh. Obat ini mencegah para pasien beralih ke pengobatan yang lebih agresif, seperti pembedahan, terapi radiasi, atau kemoterapi.

"Bahkan bagi dokter, ini sangat mengejutkan," kata ahli onkologi Rachel Riechelmann, direktur Departemen Onkologi Klinis di A.C. Camargo Cancer Center di So Paulo.

Terlepas dari temuan ini, beberapa hal harus menjadi bahan pertimbangan.

Pertama, bahwa observasi enam bulan, terhadap pasien dalam tahap pengujian, adalah waktu yang singkat. "Mungkin penyakit itu bisa muncul kembali beberapa tahun kemudian," kata Riechelmann.

Kedua, obat itu hanya bekerja pada pasien yang memiliki tumor dengan "ketidakstabilan mikrosatelit" (MSI-H). Sekitar 1% kasus kanker rektum memenuhi kriteria ini.

Obat ini belum disetujui untuk digunakan, tapi penelitian terus berlanjut.

3. Kanker kolorektal (kanker usus besar dan rektum): tes yang mencegah kemoterapi yang tidak perlu

Kebaruan lain dari kongres tersebut dipresentasikan oleh tim peneliti dari Australia, yang berupaya untuk memberikan pengetahuan baru tentang jumlah intervensi yang harus dijalani seorang pasien.

Mereka telah mempelajari metode yang dikenal dengan nama "biopsi cair," di mana fragmen DNA tumor yang muncul dalam aliran darah bisa terdeteksi.

Pasien dengan kanker kolorektal sering menjalani operasi untuk mengangkat bagian usus yang terkena kanker. Setelah pemulihan, banyak yang menjalani kemoterapi untuk menghilangkan kemungkinan sisa-sisa sel tumor.

Kemoterapi ini membatasi kekambuhan, tetapi jika dijadikan terapi yang intens, ini memiliki efek samping.

"Biopsi cair" bisa membantu menentukan apakah kemoterapi diperlukan atau tidak, secara lebih mudah.

Hasil penelitian yang dilakukan pada 455 sukarelawan menunjukkan "ada kemungkinan untuk mengurangi separuh penerapan kemoterapi dan memperoleh hasil yang sama dari kelangsungan hidup pasien," kata ahli onkologi sekaligus Direktur Medis Precision Medicine Oncoclinics, di So Paulo, Rodrigo Dienstmann.

"Biopsi cair memiliki potensi revolusioner," kata dokter itu.

4. Kanker pankreas: harapan terhadap kesuksesan pengobatan

Adenokarsinoma pankreas mungkin menempati urutan teratas tumor dengan prognosis terburuk.

Selama 10 tahun terakhir, kemajuan dalam pengobatan ini hanya sampai kemoterapi baru. Terkait dengan obat yang lebih modern dan kurang agresif, seperti imunoterapi atau antibodi monoklonal, hasil positif belum terlihat pada pasien yang menderita penyakit ini.

Kini, tes pertama telah dipresentasikan, menggunakan metode yang disebut pengobatan sel CAR-T terhadap jenis kanker ini.

Tahap pengobatan ini meliputi, ekstraksi sel kekebalan pasien, modifikasi sel itu di laboratorium, dan memasukkannya kembali ke dalam tubuh pasien sehingga mereka mengenali dan menyerang tumor.

"Meskipun sangat menarik, itu bukan sesuatu yang akan tersedia besok di klinik kami," kata Paolo Hoff, profesor Onkologi Klinis di Universitas So Paulo.

Jalan masih panjang, tapi setidaknya sekarang kami berharap bisa berada di jalur yang benar."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI