Hentikan Kebiasaan Tidur dengan TV Menyala, Bisa Meningkatkan Risiko Penyakit Kronis, Kok Bisa?

Rabu, 29 Juni 2022 | 10:40 WIB
Hentikan Kebiasaan Tidur dengan TV Menyala, Bisa Meningkatkan Risiko Penyakit Kronis, Kok Bisa?
Ilustrasi tidur dengan tv menyala. (Stocksy)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tertidur ketika sedang menonton TV kemungkinan sudah menjadi kebiasaan banyak orang. Tapi tahukah bahwa kebiasaan tidur dengan TV masih menyala justru tidak baik untuk kesehatan?

Ilmuwan dari Fakultas Kedokteran Universitas Northwestern meneliti dampak cahaya di lingkungan sekitar terhadap kesehatan serta kebiasaan tidur 552 orang berusia 63 hingga 84 tahun.

Studi menemukan bahwa peserta studi yang tidur dengan ambient lighting menyala sekecil apa pun lebih berisiko mengidap diabetes, obesitas, dan hipertensi, lapor New York Post.

Data menunjukkan 17,8 persen peserta penelitian yang tidur dengan adanya paparan cahaya menderita diabetes dibanding 9,8 persen mereka yang tidur dalam gelap gulita.

Tak hanya itu, 40,7 persen peserta yang tidur dengan ambient lighting mengalami obesitas, sementara yang tidur dalam gelap hanya 26,7 persen.

Ilustrasi tidur dengan TV menyala (Shutterstock)

Ambient lighting merupakan pencahayaan umum yang dapat menerangi keseluruhan ruangan.

Menurut penelitian, resistensi insulin lebih mungkin terjadi di pagi hari setelah orang tidur di ruangan dengan pencahayaan redup, seperti yang dipancarkan oleh TV.

Resistensi insulin terjadi ketika sel-sel di otot, lemak dan hati tidak merespons insulin dengan baik. Umumnya kondisi ini dikaitkan dengan diabetes tipe 2, hipertensi dan penyakit kardiovaskular (jantung).

Peserta studi yang terpapar ambient lighting juga lebih mungkin terjaga dan tidur dini hari.

Baca Juga: Cegah Masalah Kesehatan Mata, Matikan TV dan Ponsel 2 Jam sebelum Tidur

"Kami tahu bahwa orang yang tidur larut malam cenderung berisiko lebih tinggi terkena gangguan kardiovaskular dan metabolisme," kata peneliti utama studi, Phyllis Zee.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI