Suara.com - Infeksi penyakit campak dan rubella pada anak serta ibu hamil kembali meningkat di Indonesia. Kondisi itu akibat menurunnya cakupan imunisasi vaksin MR untuk campak dan rubella.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat wabah kedua penyakit itu meningkat hingga ke 25 provinsi selama 2021.
"Kalau kita tidak segera cegah bisa lebih meluas lagi," kata anggota Satgas Imunisasi Anak PP IDAI Prof. DR. dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), M.Si., dalam webinar Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN), Selasa (28/6/2022).
Prof. Soedjatmiko menekankan bahwa orangtua jangan menganggap enteng penyakit campak dan rubella. Ia menegaskan bahwa penyakit campak tidak hanya menyebabkan tubuh ada memerah. Pada anak yang belum divaksinasi, infeksi campak bisa sampai membuatnya alami kejang dan radang otak.
Baca Juga: Ikatan Dokter Anak Sebut Campak, Rubella dan Difteri Masih Menjadi Ancaman di Indonesia
"Pada periode 2012 sampai 2017 ada 571 bayi kejang, radang otak akibat campak. Jadi jangan mengira kalau campak hanya merah-merah," tegasnya
Pada periode yang sama, sebanyak 2.853 bayi mengalami radang paru atau pneumonia akibat campak.
"Kalau pun sembuh dia akan cacat, kalau kena radang paru bisa meninggal," ungkapnya.
Sementara penyakit rubella, apabila terkena pada ibu hamil akan ikut berdampak pula pada janinnya. Selama kehamilan, ibu bisa saja tidak mengalami gangguan kesehatan apa pun. Tetapi, risiko rubella tersebut langsung berdampak saat bayi lahir.
"Kalau menyebar ke janin, sekitar 80 persen bayi bisa mengalami kelainan jantung, atau buta akibat katarak, atau keterbelakangan mental karena otak tidak berkembang, bahkan tuli," paparnya.
Baca Juga: Yuk Lengkapi Imunisasi Anak Biar Terhindar Dari Campak, Rubella dan Difteri
Bayi yang lahir cacat akibat terinfeksi rubella perlu jalani berbagai terapi selama bertahun-tahun. Prof. Soedjatmiko mengungkapkan, data per 2018, biaya terapi bisa mencapai Rp 619 juta per orang per tahun. Dan hanya sebagian kecil yang ditampung oleh JKN maupun BPJS kesehatan.