Suara.com - Anggota Satgas Imunisasi Anak PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), M.Si meminta masyarakat untuk tidak hanya fokus terhadap fokus dan lengah pad penyakit yang mengancam anak.
Menurut Soedjatmiko, selain Covid-19, campak, rubella, dan difteri masih menjadi ancaman bagi anak-anak dan harus segera dicegah penyebarannya melalui imunisasi.
"Kita jangan lengah, jangan terlalu sibuk dengan Covid-19, karena selalu ada campak, rubella, dan difteri yang setiap tahun mengancam anak, cucu, adik, dan ponakan kita," kata Soedjatmiko seperti dikutip dari ANTARA, Selasa, (28/6/2022).
"Di 2021, ada 25 provinsi yang meningkat kasus penyakit campak dan rubellanya. Di tahun 2022, walaupun baru 14 provinsi, tapi kalau tidak segera dicegah maka bisa menyebar lebih luas lagi," lanjut dia.

Soedjatmiko menjelaskan, bahaya campak tak hanya demam, batuk, pilek, sesak, dan bintik merah, tapi juga bisa mengakibatkan pneumonia atau radang paru, kejang, radang, otak, bahkan kematian.
Bahkan, kata dia, sebanyak 2.853 bayi mengalami radang paru dan 571 bayi mengalami kejang dan radang otak karena campak selama periode 2012 hingga 2017.
"Jadi, penyakit campak berbahaya. Bukan sekadar merah-merah, tapi kalau menyerang otak akan menyebabkan radang otak dan meninggal, sedangkan kalau sembuh dia akan cacat," kata Soedjatmiko menegaskan.
Sementara rubella, Soedjatmiko mengatakan bahwa pada periode 2012-2018 di rumah sakit tipe A, sebanyak 1.660 bayi cacat akibat penyakit tersebut. Saat rubella menyerang ibu hamil, janin yang dikandungnya mengalami kelainan jantung (79,5 persen), buta akibat katarak (67,6 persen), keterbelakangan mental (50 persen), otak tidak berkembang (48,6 persen), dan tuli (31,1 persen).
"Kalau dia lahir cacat karena rubella, maka sampai umur 8 tahun dibutuhkan biaya Rp600 juta. Hanya sebagian kecil yang ditanggung JKN dan BPJS. Jadi bayangkan betapa berat bebannya," imbuh Soedjatmiko.
Baca Juga: Vaksin Merah Putih Mendapat Sertifikat Halal MUI
Sedangkan difteri, Soedjatmiko mengatakan bahwa berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan pada Februari 2022, ada 23 kabupaten dan kota di 10 provinsi yang terdampak penyakit tersebut.