Suara.com - Integrasi antara layanan kesehatan primer dan layanan kesehatan rujukan penting untuk mencegah kematian akibat penyakit tidak menular seperti stroke.
Inilah yang menjadi alasan pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan menjajaki kerja sama dengan Kedutaan Besar Inggris dan Health Education England.
Dalam keterangan yang diterima Suara.com, penjajakan ini sejalan dengan agenda transformasi SDM Kesehatan di 9 area intervensi untuk penyakit katastropik dalam rangka menurunkan beban Jaminan Kesehatan Nasional, antara lain stroke, kanker, jantung, diabetes melitus, ginjal, hati, kesehatan ibu dan anak, tuberkulosis, dan penyakit infeksi.
“Manajemen penyakit stroke harus dilakukan terintegrasi antara layanan primer sebagai upaya pencegahan, dan layanan rujukan dalam melakukan penanganan stroke yang lebih komprehensif,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Tenaga Kesehatan, Sugianto, MSc, PH.
Baca Juga: Rompi Penurun Suhu, Pertolongan Pertama Bagi Jemaah Haji yang Terserang Heat Stroke
Sugianto mengatakan implementasi kerja sama di bidang stroke. Peningkatan kapasitas SDM kesehatan melalui kerja sama RI-Inggris akan difokuskan sejalan dengan agenda transformasi SDM kesehatan di 9 area intervensi untuk penyakit katastropik untuk menurunkan beban JKN.
Penjajakan ini sejalan dengan agenda transformasi SDM Kesehatan di 9 area intervensi untuk penyakit katastropik dalam rangka menurunkan beban Jaminan Kesehatan Nasional, antara lain stroke, kanker, jantung, diabetes melitus, ginjal, hati, kesehatan ibu dan anak, tuberkulosis, dan penyakit infeksi.
Kerja sama kesehatan Kemenkes RI dengan Pemerintah Inggris dimulai sejak 2 tahun lalu. MoU Kesehatan ditandatangani oleh Menteri Kesehatan RI dan Menteri Kesehatan Inggris pada tanggal 20 Juni 2020. Dalam rencana kerja bersama/joint action plan yang disepakati oleh kedua pihak memuat program tentang peningkatan kapasitas tenaga kesehatan.
Program atau kegiatan kerja sama ini akan mengintegrasikan antara kebutuhan transformasi layanan primer dan layanan rujukan. Manajemen penyakit stroke dilakukan terintegrasi antara layanan primer sebagai upaya pencegahan, seperti melakukan skrining stroke oleh dokter dan perawat di Puskesmas dan integrasi layanan rujukan seperti pengembangan modul berstandar internasional penanganan stroke untuk menjadi acuan seluruh RS rujukan nasional.
Dirut RS PON dr. Mursyid mengatakan pihaknya ingin mengusulkan kerja sama yang potensial dengan mengadakan program capacity building.
Baca Juga: Semangat Ali Ihsan Jalani Ibadah Haji di Tengah Keterbatasan Fisik, Khusyuk Tunaikan Salat 40 Waktu
“Program capacity building untuk meningkatkan kompetensi tenaga medis, gelar kedokteran, penelitian akademik, pengembangan modul standar dan pelatihan penanganan stroke, jejaring kolaboratif, penelitian kolaboratif,” ucapnya.
Direktur Poltekkes Jakarta III Kementerian Kesehatan Yupi Supartini, S.Kp, MSc mengungkapkan peningkatan kapasitas SDM kesehatan ini sejalan dengan strategi Poltekkes dalam mengadakan kelas internasional untuk studi keperawatan.
“Kami mengusulkan program untuk fokus pada pelatihan atau pertukaran dosen dan kunjungan profesor, mengembangkan pelatihan modul asuhan keperawatan stroke dan fisioterapis, serta mengembangkan kajian pengobatan stroke dengan kurikulum berstandar internasional,” kata Yupi.