Suara.com - Tidur malam jadi waktu yang sangat penting untuk tubuh beristirahat. Apabila kualitas tidur baik sepanjang malam, maka tubuh bisa terasa segar saat terbangun.
Tetapi, seperti apa tidur malam yang dikatakan berkualitas?
Selama ini mungkin kita menghitung jumlah waktu tidur dalam semalam perlu 7-8 jam, agar dikatakan istirahat cukup. Tetapi, lamanya waktu tidur ternyata tidak berarti menentukan kualitasnya juga baik.
Dalam laporan tahun 2017 yang diterbitkan dalam jurnal Sleep Health, National Sleep Foundation mengumpulkan tim ahli tidur untuk menentukan apa yang menjadi indikasi dari kualitas tidur yang baik.
Baca Juga: Sakit Kepala Tiap Bangun Tidur di Pagi Hari? Kondisi Ini Bisa Jadi Sebabnya!
Dikutip dari Medical Health Today, berikut faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kualitas tidur yang baik pada orang dewasa:
- Bisa tertidur dalam waktu 30 menit atau kurang setelah berbaring.
- Total terbangun saat tidur kurang dari 5 menit per malam.
- Tertidur selama 85 persen atau lebih dari total waktu yang dihabiskan di tempat tidur.
- Terjaga di malam hari selama kurang dari 20 menit.
Sementara itu, berikut faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kualitas tidur yang buruk:
- Butuh lebih dari 1 jam untuk tertidur setelah berbaring.
- Bangun sebanyak empat kali atau lebih per sekali waktu tidur malam.
- Tidur kurang dari 74 persen dari waktu yang dihabiskan di tempat tidur.
- Terjaga selama 41 menit atau lebih di malam hari.
Walau sudah ditentukan fakto-faktor di atas, sebuah editorial yang menyertai artikel tersebut juga menyoroti bahwa sulitnya mengukur kualitas tidur karena itu termasuk pengalaman subjektif.
Penelitian lain yang diterbitkan di jurnal Behavioral Sleep Medicine mengikuti 50 peserta selama 2 minggu.
Kualitas tidur seperti yang dirasakan oleh setiap individu dicatat dalam buku harian tidur dan dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan oleh pelacak tidur yang dikenakan di pergelangan tangan, atau actigraph.
Baca Juga: Jangan Sepelekan, Ini 4 Tips untuk Meningkatkan Kualitas Tidur
Studi ini menemukan bahwa dua faktor memberikan kontribusi terbesar terhadap persepsi kualitas tidur peserta, yakni berapa kali seseorang terbangun di malam hari dan berapa banyak waktu yang mereka habiskan untuk tidur pada malam sebelumnya.
"Hubungan antara karakteristik tidur berbasis actigraphy dan kualitas tidur yang dirasakan hanya sederhana," tulis peneliti.
Alat pelacak tidur bisa saja mengukur tidur malam yang nyenyak, tetapi seseorang sebenarnya masih bisa terbangun tengah malam akibat perasaan grogi.
Peneliti menyimpulkan bahwa persepsi tentang kualitas tidur akan tetap bersifat pribadi. Tetapi mungkin perlu diingat juga seberapa cepat tertidur, seberapa sering terbangun di malam hari, berapa lama berbaring sepanjang malam, serta seberapa baik kualitas tidur pada malam sebelumnya, sebelum memberikan penilaian tentang kualitas tidur semalam.