Suara.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingatkan orang dengan HIV/AIDS harus waspada pada kondisi resistensi ARV atau obat antiretroviral.
Dijelaskan Ahli Muda Tim Kerja Infeksi Menular Seksual (IMS), Direktorat P2PM Kemenkes, Rian Hermana, kondisi resistensi ARV umumnya terjadi pada orang dengan HIV/AIDS yang tidak rutin mengonsumsi obat ARV.
"Paling sering itu jika model berobatnya tidak teratur. Ketika terjadi diet minum obat nunda akan memunculkan resistensi terhadap ARV-nya," ujar Rian dalam acara Workshop Tuberkulosis dan HIV/AIDS oleh OPSI beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui orang dengan HIV/AIDS, perlu setiap hari rutin mengonsumsi ARV tanpa terlewat di jam dan waktu yang sama.
Baca Juga: 82 Orang Terjangkit HIV/AIDS, Dinkes Sebut Perilaku Penyimpangan Seks Meningkat di Cianjur
Tujuannya agar virus di dalam tubuh bisa tertekan, sehingga tidak menularkan ke orang lain, bahkan ke pasangan saat melakukan hubungan seksual.
"Kondisi ini menyebabkan virusnya akan lebih tahan terhadap antiviral atau ARV yang kita berikan," jelas Rian.
Kondisi orang dengan HIV/AIDS yang mengalami resistensi ARV ditandai saat pemeriksaan kadar viral load atau jumlah virus dalam tubuhnya tidak turun signifikan atau tidak tertekan, padahal pasien sudah mengonsumsi ARV setiap hari.
Beruntung, menurut Rian jumlah kasus resistensi ARV masih terbilang kecil di Indonesia. Meski begitu kondisi ini perlu diwaspadai dan dicegah, karena membuat biaya pengobatan khususnya yang diberikan negara jadi lebih besar, karena harus mencari obat ARV untuk periode berikutnya.
"Indonesia masih sedikit kasusnya, tetapi case yang muncul setelah berpindah ke lini ke dua dan setelah terhenti sekitar 4 hingga 6 bulan," tutup Rian.
ReplyForward