Pakar Kesehatan Masyarakat Sebut Rencana Pelabelan BPA Oleh BPOM Tak Perlu Direspon Berlebihan

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Rabu, 22 Juni 2022 | 12:21 WIB
Pakar Kesehatan Masyarakat Sebut Rencana Pelabelan BPA Oleh BPOM Tak Perlu Direspon Berlebihan
Ilustrasi galon. (Elements Envanto)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengatakan potensi bahaya bahan kimia Bisfenol A (BPA) pada kesehatan dan keselamatan publik merupakan sesuatu yang nyata.

Meski demikian, ia mengatakan bahwa kalangan industri tidak perlu berlebihan merespons regulasi pelabelan BPA yang justru untuk mengedukasi masyarakat.

"BPA kan fungsinya menjadikan plastik keras dan jernih (tembus pandang, red), namun sayangnya bisa berpindah ke makanan atau minuman. Banyak penelitian menunjukkan kandungan BPA sudah ditemukan di cairan kemih dan pada binatang. Ini berbahaya, " kata Pandu dalam keterangannya, Senin, (22/6/2022).

Menurut Pandu, kekhawatiran terkait bahaya BPA adalah sifatnya global dan bisa diukur dari regulasi ketat di banyak negara, di mana kemasan pangan tidak diperbolehkan lagi menggunakan wadah yang mengandung BPA.

Baca Juga: Rencana Pelabelan BPA Pada Galon Dikhawatirkan Berimbas Pada Pelaku UMKM, Kenapa?

Ilustrasi galon air isi ulang. [Istimewa]
Ilustrasi galon air isi ulang. [Istimewa]

"Di beberapa negara bahkan ada kewajiban pelabelan 'Free BPA' (Bebas BPA), tujuannya untuk edukasi masyarakat," katanya mendukung hadirnya regulasi serupa di Indonesia.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kini tengah merampungkan peraturan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat, jenis plastik yang pembuatannya menggunakan BPA. Mendominasi pasar, produsen galon jenis tersebut nantinya diwajibkan untuk mencantumkan label peringatan "Berpontensi Mengandung BPA" terhitung tiga tahun sejak aturan disahkan.

"Tujuan pelabelan BPA semata melindungi masyarakat. Jadi industri tak perlu berlebihan dalam bersikap," katanya.

Penelitian dan riset mutakhir menujukkan BPA bisa menimbulkan gangguan hormon kesuburan pria maupun wanita, diabetes dan obesitas, gangguan jantung, penyakit ginjal, kanker hingga gangguan perkembangan anak

Sebelumnya, Deputi Bidang Pengawasan Pangan BPOM, Rita Endang menyatakan rancangan regulasi pelabelan BPA untuk tahap awal hanya menyasar produk galon guna ulang. Menurutnya, sekitar 50 juta lebih warga Indonesia sehari-harinya mengkonsumsi air kemasan bermerek. Dari total 21 miliar liter produksi industi air kemasan per tahunnya, 22 persen di antaranya beredar dalam bentuk galon guna ulang. Dari yang terakhir, 96,4 persen berupa galon berbahan plastik keras polikarbonat.

Baca Juga: Disebut Mengandung BPA, Amankah Mengonsumsi Air Dalam Kemasan Galon Untuk Kesehatan?

"Artinya 96,4 persen itu mengandung BPA. Hanya 3,6 persen yang PET (Polietilena tereftalat)," kata Rita menyebut jenis kemasan plastik bebas dari BPA. "Inilah alasan kenapa BPOM memprioritaskan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang."

Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin), Sofyan S. Panjaitan, berpendapat semua pihak perlu mendukung dan mendorong lahirnya regulasi pelabelan BPA.

"Memang sudah hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan, khususnya via Label & Iklan Pangan," katanya dalam sebuah pernyataan pekan lalu.

Terkait masih adanya penentangan dari kalangan industri atas regulasi pelabelan BPA, Sofyan menilai hal itu karena industri belum punya "usulan yang pas" atas redaksi pelabelan BPA pada kemasan galon guna ulang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI