Suara.com - Pemerintah kota Beijing kembali mengoperasikan seluruh stasiun kereta bawah tanah, usah kebijakan lockdown dicabut.
Dilansir ANTARA, sejumlah layanan bus yang sebelumnya dihentikan di Distrik Fengtai juga telah kembali beroperasi, demikian keterangan Beijing Public Transport Group dikutip Xinhua, Senin (20/6).
Menurut otoritas itu, akan ada lebih banyak layanan bus yang kembali beroperasi seiring meredanya situasi epidemi.
Beijing hampir memutus rantai penularan klaster COVID-19 yang terkait dengan satu bar, dan situasi epidemi di kota tersebut kini sedang membaik, jelas juru bicara Pemerintah Kota Beijing Xu Hejian dalam siaran pers pada Sabtu (18/6).
Baca Juga: Kasus Demam Menurun, Korea Utara Setop Beli Alat Medis Pencegahan Covid-19 dari China
Menurut komisi kesehatan Beijing pada Minggu, kota itu pada Sabtu juga melaporkan nol kasus baru COVID-19 yang ditularkan secara lokal.
Sebelumnya diberitakan, tes massal Covid-19 di China dikritik menyebabkan tumpukan sampah medis makin bertambah. Tes massal itu dilakukan oleh petugas dengan setelan Hazmat kepada jutaan orang di China setiap hari.
China telah beberapa kali lakukan tes massal, walaupun masih puluhan kasus yang terdeteksi dalam sehari. Tindakan itu dilakukan karena pemerintaj China masih berambisi untuk bisa mencapai nol-Covid.
Tes massal dilakukan di kota besar seperti Beijing dan Shanghai, juga Shenzhen hingga Tianjin. Sementara pihak berwenang memerintahkan ratusan juta orang untuk dites setiap dua atau tiga hari sekali.
"Jumlah limbah medis yang dihasilkan secara rutin itu tidak terlihat dalam sejarah manusia," kata pakar studi lingkungan di New York University (NYU) Shanghai Yifei Li, dikutip dari Channel News Asia.
"Masalahnya sudah menjadi luar biasa, dan akan terus bertambah besar," imbuhnya, kepada AFP.
Padahal sebelum terjadi pandemi Covid-19, pemerintah Beijing telah berkomitmen untuk menjadi pemimpin lingkungan, terutama dalam menindak polusi udara dan pencemaran air. Sambil menetapkan tujuan membuat kegiatan ekonomi yang bebas karbon pada 2060.
Sementara, tes massal Covid-19 sekarang juga menjadi tantangan sampah baru yang dihasilkan China.
Limbah medis yang menumpuk itu berupa alat tes bekas, masker wajah, dan alat pelindung diri. Li mengatakan, apabila limbah tersebut tidak dibuang dengan benar, maka dapat mencemari tanah dan saluran air, menimbulkan ancaman bagi lingkungan juga kesehatan manusia.
Data nasional tentang jejak limbah medis selama pandemi Covid-19 belum diungkapkan. Tetapi pejabat kotaShanghai mengatakan pada Mei lalu bahwa kota itu telah menghasilkan 68.500 ton limbah medis selama masa penguncian Covid-19.