Suara.com - Gangguan mental tidak hanya terbatas pada skizofrenia, gangguan kecemasan, hingga gangguan kepribadian seperti bipolar saja.
Ada gangguan mental langka yang membuat penderitanya kesulitan bergerak dan berbicara, yakni Catatonia. Saat seseorang mengalaminya, tubuhnya akan membeku seolah tidak sadarkan diri.Padhaa
Padahal, justru penderita catatonia sedang merasakan sesuatu secara intens.
"Penderita catatonia sering mengungkapkan kecemasan intens dan emngatakan mereka merasa kewalahan dengan perasaannya. Bukan tidak berpikir, (malah) mungkin mereka punya terlalu banyak pikiran," jelas psikiater dan peneliti Jonathan Rogers dari UCL, dilansir The Conversation.
Baca Juga: Bagas / Fikri Siapkan Mental Jelang 'Perang Saudara' Lawan Fajar / Rian
Catatonia dapat berlangsung dari beberapa jam, berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Beberapa orang mengalami episode berulang.
Ketika seorang penderita mengalami episode-nya, tubuhnya akan membeku. Bahkan, orang lain tidak dapat mengubah posisi tubuh mereka saat itu.
Setelahnya, penderita tidak sadar atau tidak ingat apa yang sudah terjadi.
Beberapa menggambarkan bahwa mereka sedang ketakutan luar biasa ketika mengalami episode. Sementara lainnya sadar akan rasa sakit karena tubuh yang kaku dalam waktu lama.
"Aku menemukannya sedang berlutut dengan dahi di lantai. Dia mengatakan dia telah mengambil posisi untuk menyelamatkan hidupnya," tulis seorang pasien.
Baca Juga: Video Sikap Shin Tae-yong kepada Pelatih Nepal Usai Pertandingan Tuai Pujian: Mental Piala Dunia
Tidak hanya itu, beberapa penderita mengaku mereka mendapat perintah dari suara di pikirannya (halusinasi).
Misalnya, suara tersebut memberitahu bahwa kepala penderita akan meledak ketika bergerak. Karenanya, penderita akan diam agar itu tidak terjadi.
"Tipuan maut"
Satu teori catatonia adalah bahwa kondisi ini mirip dengan "tipuan maut" pada hewan. Ini terjadi ketika hewan dihadapkan dengan pemangsa dan hewan tersebut akan membeku, memungkinkan pemangsa tidak melihat mereka.
"Catatonia tetap menjadi kondisi misterius, terjebak di antara neurologi dan psikiatri. Setidaknya dengan memahami apa yang mungkin dialami orang, kita bisa memberikan empati," tandas Rogers.