Suara.com - Kebanyakan orang Indonesia baru lakukan sunat kepada anak-anaknya saat balita atau usia sekolah. Padahal sebenarnya, dari sisi medis, sunat lebih baik dilakukan sejak anak masih bayi.
Dokter spesialis bedah saraf dr. Mahdian Nur Nasution, Sp.BS., menjelaskan kalau tubuh bayi lebih cepat lakukan penyembuhan terhadap luka dibandingkan anak yang lebih besar.
"Karena bayi lahir 3 kilo, 6 bulan kemudian dia sudah 6 kilo. Berat bertambah jumlahnya dua kali lipat dalam beberapa bulan. Jadi kesembuhan paling cepat itu pada bayi. Artinya kalau ada luka di sel kulit atau di mana pun dia akan cepat sekali normal lagi," paparnya di Klinik Rimah Sunat Mahdian, Jakarta, Senin (13/6/2022).
Alasan lainnya, ada penelitian menunjukan kalau sekitar 40 persen anak di dunia alami fimosis. Kondisi itu menyebabkan kulup penis anak akan tertutup seiring bertambahnya usia.
Baca Juga: 5 Potret Terbaru Xarena, Anak Siti Badriah yang Sudah Punya Akun Instagram Pribadi
"Resiko panas, demam, infeksi saluran kemih, itu beresiko pada anak yang 40 persen tersebut. Kalau dia disunat dari bayi, selesai, enggak akan mengalami fimosis," ujarnya.
Manfaat ketiga, anak yanh sudaj disunat sejak bayi lebih rendah alami trauma psikologis saat dewasa. Menurut dokter Mahdian, anak yang alami luka ataupun pendarahan hebat saat disunat, peristiwa itu akan menempel di benaknya hingga dewasa. Sehingga bisa jado anak jadi orang yang pobia setiap kali meihat darah.
"Kalau sunatnya saat bayi dia tidak akan tahu, tidak akan sadar, tidak tersimpan di dalam memori. Anak yang sunat saat bayi aman dari trauma psikologis kedepannya. Makanya di negara tertentu, misalnya Australia, Amerika, kalau mau sunat saat bayi atau ketika dia sudah bisa tanda tangan sendiri," pungkasnya.