Suara.com - Singapura sedang menghadapi keadaan darurat demam berdarah dengue (DBD). Pemerintah setempat mencatat kasus tahun ini sudah melampaui 11.000.
Jumlah tersebut dua kali lipat dari tahun lalu, yang hanya mencapai 5.258 kasus selama musim demam berdarah sebelum 1 Juni.
Para ahli memperingatkan bahwa insiden ini dapat dialami negara lain yang juga memiliki iklim tropis seperti Singapura, yang mana menjadi tempat nyamuk Aedes pembawa virus berkembang biak.
Menurut laporan, dilansir The Health Site, wabah demam berdarah kemungkinan akan menjadi lebih umum dan meluas di tahun-tahun mendatang akibat perubahan iklim global.
Para ahli pun mengatakan bahwa wabah DBD di Singapura memburuk akibat cuaca ekstrem.
Hal ini bisa menjadi pertanda apa yang akan terjadi di negara lain yang juga mengalami cuaca panas dan hujan deras berkepanjangan, membantu menyebarkan nyamuk.
Perubahan iklim memperparah penyebaran demam berdarah
Dari studi pemodelan prediktif masa lalu telah menunjukkan bahwa perubahan iklim kemungkinan akan memperburuk kondisi di dunia, termasuk DBD. Ini karena:
- Pemanasan global akibat perubahan iklim pada akhirnya akan memperluas wilayah geografis tempat nyamuk biasanya berkembang biak.
- Panjang musim penularan DBD juga cenderung meningkat akibat perubahan iklim.
Para ahli menyatakan lonjakan demam berdarah di Singapura adalah hasil dari beberapa faktor seperti cuaca hangat dan basah baru-baru ini, perubahan kondisi iklim dan strain virus yang dominan.
Baca Juga: Kemenkes Ungkap 8 Warga Cilandak Diduga Sakit DBD, Bukan Virus Tikus