Suara.com - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny K. Lukito, menegaskan regulasi pelabelan Bisfenol A (BPA) pada produk Air Minum dalam Kemasan (AMDK) merupakan upaya perlindungan pemerintah atas kesehatan masyarakat. Seperti diketahui BPA merupakan bahan kimia yang bisa menyebabkan kanker dan kemandulan.
"Regulasi pelabelan risiko BPA sudah kami serahkan ke Sekretariat Kabinet untuk pengesahan dan kami diminta untuk mendiskusikannya secara terbuka ke publik, termasuk pada hari ini," kata Penny dalam keterangannya, Rabu, (8/6/2022).
Menurut Penny, regulasi pelabelan tersebut mengacu pada hasil kajian dan riset mutakhir di berbagai negara terkait risiko paparan BPA pada kesehatan publik.
"Semua kajian (scientific research) lebih kepada resiko yang sangat tinggi terhadap kesehatan akibat dari BPA," katanya.
Baca Juga: Sumber Zat Karsinogen Berbahaya Penyebab Kanker, Baik Buatan Manusia Maupun dari Lingkungan
Penny berpendapat pelabelan tersebut bisa memotivasi pelaku industri untuk berinovasi dalam menghadirkan kemasan air minum yang aman bagi kesehatan publik.
"Dari sisi konsumen, pelabelan risiko BPA adalah hak masyarakat untuk teredukasi dan memilih apa yang aman untuk dikonsumsi," katanya.
Pernyataan Penny itu memperkuat paparan mendetail Deputi Bidang Pengawasan Pangan BPOM, Rita Endang, terkait bahaya BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat, jenis plastik keras yang pembuatannya menggunakan BPA.
"Pelabelan ini semata untuk perlindungan kesehatan masyarakat," kata Rita dalam sebuah diskusi publik pekan lalu. "Jadi jelas tidak ada istilah kerugian ekonomi."
Rita menggambarkan bila BPA sampai berpindah (migrasi) dari kemasan plastik ke dalam tubuh, senyawa tersebut kuasa mengganggu sistem hormon. Efeknya pada kesehatan termasuk munculnya gangguan pada sistem reproduksi, baik pada pria dan perempuan.
Baca Juga: Obat Eskperimental Ini Dinilai Efektif Mengobati Kanker Rektum hingga Mengurangi Kekambuhan
"Gangguan dapat menyebabkan kemandulan, menurunnya jumlah dan kualitas sperma, feminisasi pada janin laki-laki, gangguan libido, sulit ejakulasi," katanya.
Gangguan lain bisa berupa munculnya penyakit tidak menular semisal diabetes dan obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal kronis, kanker prostat dan kanker payudara. Selain itu, masih ada efek serius berupa gangguan perkembangan kesehatan mental dan autisme pada anak-anak.
"Yang diinginkan BPOM sebatas produsen memasang stiker peringatan," katanya.
Secara khusus, Rita merinci alasan rancangan regulasi pelabelan BPA menyasar produk galon guna ulang. Dia bilang saat ini sekitar 50 juta lebih warga Indonesia sehari-harinya mengkonsumsi air kemasan bermerek. Dari total 21 miliar liter produksi industi air kemasan per tahunnya, katanya, 22% di antaranya beredar dalam bentuk galon guna ulang. Dari yang terakhir, 96,4% berupa galon berbahan plastik keras polikarbonat.
"Artinya 96,4% itu mengandung BPA. Hanya 3,6% yang menggunakan kemasan PET (Polietilena tereftalat)," katanya menyebut jenis kemasan plastik yang bebas BPA. "Inilah alasan kenapa BPOM memprioritaskan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang."