Suara.com - Sistem ketahanan kesehatan global terus dibayangi potensi ancaman kesehatan dari penularan penyakit, seperti kondisi pandemi Covid-19 saat ini, maupun ancaman lain seperti hepatitis akut misterius, cacar monyet (monkey pox), dan lain-lain.
Ancaman ini bukan hanya menarik perhatian pimpinan pemerintah, tetapi juga masyarakat luas yang kini lebih waspada setelah kejadian pandemi Covid-19 melanda dunia.
“Kalau kita bicara pandemi Covid-19 saat ini, kita bisa menyikapinya dengan mengantisipasi pandemi berikutnya yang mungkin saja bisa terjadi. Kita belum tahu kapan dan penyakitnya seperti apa, tetapi kita harus fokus pada masalah kesehatan hewan dan manusia, karena penting dan bisa berhubungan dengan pandemi,” ujar Prof. Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur WHO Asia Tenggara yang kini didapuk sebagai ketua dalam rangkaian pertemuan G20 Side Event One Health di Indonesia, dalam keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Rabu (8/6/2022).
Sebagian dari penyakit menular itu, lanjut dia, berhubungan dengan aspek penularan melalui hewan ke manusia, ataupun keamanan pangan, serta lingkungan tempat tinggal.
Baca Juga: Catat! Ini Lho Khasiat Daun Meniran hingga Bawang Putih Bagi Kesehatan Hati
Oleh karena itulah konsep One Health menjadi solusi baru untuk memecahkan masalah kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan manusia, hewan, keamanan pangan, dan lingkungan.
Baru-baru ini pada 17 Maret 2022, WHO (World Health Organization), FAO (Food Asociation Organization), WOAH (World Organization of Animal Health), dan UNEP (United Nations Environment Programme) dan dikenal sebagai Quadripartite, menandatangani kesepakatan bersama (Memorandum of Understanding/MoU) tentang new era of One Health.
Berhubungan dengan itu, pada presidensi G20 2022 saat ini Indonesia berperan penting dalam mendorong pemimpin negara anggota G20 supaya fokus dalam mengambil tindakan pencegahan, persiapan, dan respon terhadap pandemi (pandemic prevention, preparedness, response/PPR).
Salah satu pendekatan yang coba diusung dan dibahas lebih jauh adalah inisiatif One Health yang dinilai sangat vital.
“Karena seperti yang kita tahu pandemi Covid-19 tadinya diduga berhubungan dengan kelelawar atau trenggiling, begitu juga dengan wabah flu burung yang berhubungan dengan unggas, sangat terkait dengan kesehatan hewan,” ujar Prof. Tjandra.
Baca Juga: Terpopuler Kesehatan: Daftar Makanan Pemicu Kanker, Penjualan Masker dan Vitamin Menurun?
Pemimpin negara di dunia maupun pemerintahan di Indonesia, menurut Prof Tjandra, perlu melakukan sepuluh hal agar bisa mengimplementasikan inisiatif One Health dengan lebih nyata.
1. Kesepakatan Kebijakan
Agar One Health ini tidak sekadar menjadi konsep, Prof Tjandra mengusulkan bila sudah ada kesepakatan di tingkat global, maka perlu adanya kesepakatan kebijakan di tingkat nasional hingga ke kabupaten kota.
“Sehingga implementasi One Health bisa dilaksanakan melalui tuntutan politik yang lebih kuat lagi,” katanya.
2. Rencana Aksi Nasional
Prof. Tjandra menjelaskan, baru-baru ini juga sudah dibuat Join Plan of Action oleh Quadripartite yang terdiri dari 6 action track:
- Berkaitan dengan penguatan sistem kesehatan.
- Mengurangi risiko terjadinya kejadian luar biasa dan pandemi.
- Mengendalikan dan mengeliminasi penyakit zoonosis, penyakit tropika terabaikan, dan waterborne disease.
- Berkaitan tentang keamanan pangan.
- Tentang antimicrobial resistance atau ancaman mikroba yang mengganggu sistem ketahanan kesehatan.
- Terkait aspek lingkungan agar lebih terintegrasi dengan model One Health. Prof Tjandra mengatakan agar pendekatan One Health ini terimplementasi dengan benar, maka harus diikuti oleh rencana aksi nasional (national action plan), serta untuk negara Indonesia yang luas, diikuti dengan rencana aksi sub nasional (sub national action plan).
“Ini sebenarnya bukan hal yang baru, karena program antimicrobial resistance (AMR) dulu sudah diinisiasi dalam global action plan (GAP). Saya berharap join plan of action sudah disetujui ditingkat global maka ada national action plan bahkan sub national action plan ke depannya,” ujarnya.
3. Edukasi ke Masyarakat Secara Terus-menerus
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, Prof. Tjandra berpendapat perlu dilakukan peningkatan kesadaran secara terus menerus, agar masyarakat umum terutama tokoh-tokoh publik, mengetahui betapa pentingnya One Health bagi masyarakat.
Pasalnya, tidak mungkin program ini bisa berjalan sendiri tanpa keterlibatan seluruh pihak, terutama pada aspek kesehatan hewan dan lingkungan.
4. Advokasi kepada Penentu Kebijakan Publik
Selain edukasi ke masyarakat luas, Prof. Tjandra menegaskan harus ada advokasi khusus kepada penentu kebijakan publik seperti kepala daerah, anggota DPR, atau politisi, untuk lebih memperkenalkan One Health agar tercipta dukungan politis dari kalangan penentu kebijakan publik.
5. One Health Disusun dalam Sebuah Regulasi
Prof. Tjandra juga berharap One Health nantinya bisa disusun ke dalam sebuah regulasi sehingga ada aspek legalnya, bukan sekadar program kerja biasa.
Legislasi memang sangat diperlukan karena sifat pendekatan One Health yang multi sektoral, ada aspek kesehatan manusia, pertanian, hewan, dan juga lingkungan di dalamnya.
6. Perlu Satgas atau Komite Nasional
Agar program One Health dapat diimplementasikan dengan baik, Prof. Tjandra berpendapat harus melibatkan masyarakat, asosiasi profesi, akademisi.
Agar multi sektor ini berjalan, maka harus ada leadership dari pemerintah pusat, Gubernur, Bupati, atau Walikota, agar rodanya benar-benar berjalan dan memiliki sistem kerja.
"Bentuk sistem kerjanya bisa seperti Satuan Gugus Tugas ataupun Komite Nasional, sehingga keempat komponen One Health ini bisa berjalan bersama-sama,” kata Prof. Tjandra.
Menurutnya pendekatan One Health harus memiliki aksi yang nyata, sehingga Satgas atau Komite Nasional yang nantinya dibentuk harus mampu memetakan situasi dan membuat target dalam satu dua tahun ke depan.
7. Dihubungkan dengan Program Lain untuk Memasyarakatkan One Health
Agar bisa memasyaratkan One Health perlu dihubungkan dengan program-program lain yang lebih dahulu dikenali masyarakat, seperti pandemi dan global health security.
8. Perlunya kegiatan nyata di lapangan.
“Seperti yang sudah saya sampaikan, apabila ada kejadian luar biasa, maka implementasi One Health ini adalah satgas yang turun bersama-sama." jelas Prof. Tjandra.
Misalnya, lanjut dia, ada dugaan wabah penyakit yang mungkin tertular dari hewan maka di sini tidak bisa hanya tim kesehatan masyarakat saja yang turun sendiri, sudah harus satu tim dengan kesehatan hewan dan lingkungan juga.
"Ini untuk melihat interaksi antar aspek manusia, hewan, keamanan pangan, dan lingkungan pada kejadian tersebut. Dari kondisi ini bisa kita bagikan success story untuk jadi lesson learned ke daerah lain,” imbuhnya.
9. Monitoring dan Evaluasi
Adanya monitoring dan evaluasi yang harus dilakukan setelah implementasi di lapangan berjalan.
Alat ukur untuk memonitor dan mengevaluasi pendekatan One Health dibahas dalam agenda presidensi G20, karena Indonesia menawarkan pembuatan semacam self assessment questionair untuk memonitor situasi.
Alat ukur ini sudah diuji coba di beberapa negara, dan hasilnya nanti akan diberikan ke Quadripartite.
10. Penelitian dan Pengembangan
Perlunya penelitian dan pengembangan (research and development/R&D) dalam pendekatan One Health.
Menurut Prof. Tjandra, penanggulangan masalah kesehatan seperti pandemi, tidak akan berjalan tanpa riset dan pengembangan solusi ataupun program.
“Sepuluh hal inilah yang harus berjalan baik di negara anggota G20, termasuk di Indonesia, agar arsitektur kesehatan kita menjadi lebih punya daya tahan (resilience),” tutupnya.