Suara.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bercerita tentang pengalamannya berbincang dengan Bos Moderna terkait pengembangan vaksin Covid-19 dan vaksin lainnya di dunia.
Kepada Menkes Budi, Direktur Utama Moderna itu mengatakan bagaimana pabrik vaksin baru tidak diperlukan hanya demi membuat satu jenis vaksin untuk penyakit tertentu. Semua bisa dilakukan dengan mengandalkan teknologi mRNA.
"Katanya saya bikin aja dengan pabrik vaksin mRNA, jadi saya bikin satu aja, jadi lebih murah," ujar Menkes Budi saat konferensi pers di Cikarang, Bekasi beberapa waktu lalu.
Misalnya jika ingin vaksin Covid-19 dia pakai pabrik ini, mRNA-nya didesain di komputer dicampur sama lipid (kumpulan molekul) terus keluar. Nanti kalau bikin vaksin tuberkulosis pakai pabrik ini juga," tambahnya.
Baca Juga: Bikin Pusat Tes Covid-19 Palsu, Pemuda 17 Tahun Berhasil Dapat Untung Rp 86,5 Miliar
Menkes Budi menjelaskan, teknologi perkembangan vaksin sudah sangat maju, dan dibuktikan langsung saat ia berbincang dengan Dirut Moderna.
Teknologi terbaru itu berupa pembuatan vaksin berbasis vektor dan mRNA atau messenger ribonukleat acid, yakni teknologi terbaru yang memanfaatkan molekul tentu agar bisa diterima tubuh dan merangsang imunitas seseorang.
"Saya diajarin sama dia, satu sel manusia itu ada DNA atau RNA, dan mRNA bisa sampai 1.000 untuk satu sel. Sekarang kita hanya pakai satu mRNA dikasih lipid disuntikin, buat bangun antibodi yang spesifik untuk virus Covid-19," ungkapnya.
Bahkan kedepan, kata Menkes Budi, Moderna siap untuk kembali bertransformasi yaitu membuat vaksin dengan beragam strain. Misalnya untuk Covid-19, dibuat berdasarkan dua strain, yakni strain Wuhan dan strain Omicron.
"Kedepan saya sudah siap-siap 15 mRNA untuk satu lipid, jadi MRNA ada 15, ada Omicron, Wuhan, Bakteri TBC, virus lain, jadi sekali suntik dapat 15 antibodinya," tutur Menkes Budi menirukan perkataan Dirut Moderna.
Baca Juga: Menjanjikan! Bisnis Industri Kesehatan Nasional Bisa Capai Rp462 Triliun per Tahun
Melihat pesatnya perkembangan vaksin dunia ini, membuat Menkes Budi ikut membandingkan kemampuan farmasi dalam negeri, khususnya Biofarma agar mau berinovasi menggunakan cara baru.
"Kalau bikin pabrik vaksin gaya Biofarma, dia bikin satu line pabrik sendiri habis Rp200 hingga Rp300 miliar, abis itu vaksin difteri dia bikin lagi Rp200 hingga Rp300 miliar, BCG bikin lagi dan seterusnya," pungkasnya.
Di sisi lain Menkes Budi selama beberapa bulan belakangan, sedang berkonsentrasi melakukan transformasi sistem ketahanan kesehatan Indonesia, agar jika kondisi seperti pandemi tiba-tiba terjadi, Indonesia tidak bergantung pada produk impor, baik itu vaksin, obat-obatan, alat kesehatan hingga tenaga kesehatan.