Suara.com - Seorang pemuda asal Jerman dipenjara karena telah membuat pusat tes Covid-19 palsu dan secara ilegal telah mengantongi Rp 86,5 miliar dari negara untuk pemeriksaan yang tidak pernah dilakukannya.
Selama puncak pandemi Covid-19 di Jerman, masyarakat banyak yang melakukan tes gratis dan negara mengganti biaya pusat pemeriksaan yang mengirimkan faktur atau invoice kepada mereka.
Sebagian besar penyedia layanan kesehatan swasta sangat diuntungkan, sementara beberapa berhasil meraup untung tanpa memberi layanan yang sebenarnya.
Itulah kasus sang pemuda, mengetahui hal yang perlu dilakukan hanyalah membuat pusat tes Covid-19 'di atas kertas'. Lalu, ia membuat ribuan faktur setiap hari untuk mendapat bayaran yang cukup besar dari pemerintah.
Baca Juga: Satgas Tegaskan Biaya Perawatan Pasien Positif COVID-19 Masih Ditanggung Negara
Pemuda yang saat itu berusia 17 tahun menemukan ide tersebut pada 2020, dan berhasil mendapat bayaran kurang lebih 6 juta USD dari pemerintah.
Pada Maret hingga Juni 2021, pemuda yang identitasnya belum diungkap itu telah menagih pembayaran untuk 5.000 tes per hari, lapor Oddity Central.
Menurut kantor kejaksaan, asosiasi dokter Jerman Kassenärtzlichen Vereinigung (KV) percaya bahwa pemuda asal Freiburg itu telah mengoperasikan pusat tes Covid-19.
Pada 2020 dan 2021, untuk mempercepat pengujian, Pemerintah Jerman mempercayakan Kassenärtzlichen Vereinigung untuk mengawasi regulasi tes Covid-19 sekaligus menangani pembayaran.
Sayangnya, kurangnya pengawasan membuat mereka menjadi sasaran empuk bagi penipu seperti sang pemuda bikin tes covid palsu ini.
Baca Juga: Kabar Baik! Pfizer akan Berikan Vaksin COVID-19 ke Anak-anak Balita
Dalam rentang waktu kurang dari empat bulan, penipu muda itu menagih sekitar 500.000 tes Covid-19. Meski jumlah tes per harinya terlihat mustahil, Kassenärtzlichen Vereinigung tidak pernah mempertanyakannya.
Sebaliknya, sang pemuda menerima pembayaran tepat waktu langsung ke rekening bank-nya.
Kasus ini terungkap ketika pegawai bank mencurigai saldo yang membengkak di rekening seorang siswa sederhana dan menduga adanya penipuan pencucian uang.
Pegawai bank menghubungi polisi, yang langsung melakukan penyelidikan. Saat terungkap bahwa kekayaan sang pemuda didapat secara ilegal, polisi langsung menyita semua uangnya.
Kini berusia 19 tahun, pelaku divonis bersalah atas kejahatannya. Untungnya, karena dia belum berusia 18 tahun saat melakukan kejahatan tersebut, dia diadili sebagai anak di bawah umur.
Jadi, pihak berwajib hanya menyita kekayaannya dan membuatnya harus membayar denda Rp 23,1 juta kepada organisasi utilitas publik.
Dia juga menjalani masa percobaan selama satu tahun, setelahnya kasusnya akan dipelajari lagi dan dapat dijatuhi sanksi baru.