Suara.com - Rokok elektronik atau vape dianggap dapat menjadi alternatif bagi orang yang ingin berhenti merokok konvensional. Meski memiliki bentuk berbeda, baik vape juga rokok konvensional sebenarnya sama-sama bisa menyebabkan adiksi atau kecanduan.
Ketua Kelompok kerja bidang rokok Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dr. Feni Fitriani Taufik mengatakan, faktor adiksi itu bisa berbahaya bagi kesehatan.
"Survei dari RSUP Persahabatan, 76 persen pengguna rokok elektronik juga mengalami adiksi. Itu wajar karena masih ada nikotinnya," kata dr. Feni dalam webinar Hari Tanpa Tembakau bersama PDPI, Senin (30/5/2022).
Survei tersebut juga meneliti kadar kontinen dalam urine. Hasilnya, metabolisme nikotin di dalam tubuh pengguna rokok elektronik jumlahnya mencapai lebih dari 200.
Dokter Feni mengatakan, kadar tersebut sama dengan orang yang mengonsumsi rokok konvensional sebanyak 5 batang.
"Artinya tetap kadar nikotin itu tinggi di dalam tubuh. Nikotin itu hanya salah satu yang bisa terdeteksi, mungkin kalau kita punya sarananya, metabolisme yang berbahaya bagi tubuh juga akan ditemukan," kata dokter spesialis paru tersebut.
Akibat kandungan nikotin di dalam rokok konvensional dan vape, pengguna akan merasa kecanduan untuk terus mengonsumsinya. Sehingga tidak mengherankan bila pengguna vape juga terus bertambah.
Dokter Feni menjelaskan, dampak adiktif yang timbul tidak hanya menyebabkan penggunanya ingin terus mengonsumsi, tapi juga meningkatkan jumlah nikotinnya.
"Artinya, jumlah bahan-bahan berbahaya yang harusnya tidak masuk ke dalam tubuh itu juga makin meningkat. Tentu makin besar risiko berbahayanya, akan semakin lama terpajan risiko terhadap penyakit juga akan semakin besar," pungkasnya.
Baca Juga: Gary Iskak Tertangkap Narkoba Lagi, Ini Sebab Kecanduan Sabu Sulit Dihilangkan