Bukan Cuma Galon, Pakar IPB Sebut Risiko BPA juga Terdapat Pada Makanan Kaleng

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Minggu, 29 Mei 2022 | 16:16 WIB
Bukan Cuma Galon, Pakar IPB Sebut Risiko BPA juga Terdapat Pada Makanan Kaleng
Ilustrasi makanan kaleng. (Pixabay)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Fokus masyarakat terkait dengan bahaya BPA meningkat setelah kabar rencana Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk memberikan label BPA pada galon air minum kemasan. Namun, risiko kontaminasi BPA bukan hanya terdapat pada galon air minum kemasan.

Dalam keterangannya, baru-baru ini, Dr. Nugraha Edhi Suyatma, dosen dan peneliti Jurusan Teknologi Pangan IPB mengatakan bahwa risiko risiko migrasi BPA yang paling tinggi justru pada makanan-minuman kaleng.

"Jadi kalau mengkaitkan resiko BPA dengan galon air minum dalam kemasan berbahan polikarbonat itu aneh. Karena walau dijemur pada suhu 36 derajat celcius pun galon polikarbonat tidak apa-apa,” kata Dr. Nugraha Edhi Suyatma.

Ia memaparkan, bahwa potensi migrasi BPA di galon polikarbonat itu dari hasilan kajian ilmiah berada di titik 80 derajat celcius. Begitu juga dengan kekuatan menahan benturannya, galon polikarbonat terbilang tangguh.

Baca Juga: 2 Cara Mengecek Keaslian Kosmetik dengan Nomor BPOM, Awas Palsu!

Ilustrasi makanan kaleng. (Sumber: Shutterstock)
Ilustrasi makanan kaleng. (Sumber: Shutterstock)



Sedikit menyegarkan ingatan, zat Bisphenol-A (BPA) ini digunakan untuk produksi plastik polikarbonat atau epoksi resin. Bentuk penggunaannya pada galon, botol susu bayi, dan kaleng makanan-minuman sebagai pelindung bagian dalam.

"Maka dari itu cukup kaget dengan pemberitaan yang mengklaim BPOM ingin mencantumkan label berpotensi berisiko BPA pada galon polikarbonat,” ujar Nugraha.

Keunggulan BPA pada galon dan epoksi resin adalah melindungi isi dalam kemasan karena sifatnya yang lebih tahan panas, polikarbonat jadi lebih kuat, tidak mudah luruh. Apalagi dalam kemasan kaleng, BPA melindungi isi makanan-minuman di dalamnya agar tidak mudah terkena korosi kaleng.

Dalam kajian Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) menyatakan belum ada risiko bahaya kesehatan terkait BPA karena data paparan BPA terlalu rendah untuk menimbulkan bahaya kesehatan. EFSA menetapkan batas aman paparan BPA oleh konsumen sebesar empat mikrogram/kg berat badan/hari.

Sebagai ilustrasi, seseorang dengan berat badan 60 kg masih dalam batas aman jika mengonsumsi BPA 240 mikrogram/hari. Penelitian tentang paparan BPA (Elsevier, 2017) menunjukkan kisaran paparan BPA sehari-sehari sekitar 0,008-0,065 mikrogram/kg berbanding berat badan/hari, sehingga belum ada risiko bahaya kesehatan terkait paparan BPA.

Kabar pencantuman label BPA pada air minum dalam kemasan galon oleh BPOM sudah bergulir sejak November 2021 lalu. Dalam berbagai pemberitaan, BPOM mewajibkan AMDK galon untuk mencantumkan label berpotensi berisiko BPA dalam kemasan, atas nama kepentingan perlindungan konsumen.

Menurut Nugraha bahkan BPOM sampai saat ini juga belum mengundang orang-orang yang ahli di bidangnya untuk diajak berdiskusi terkait perubahan ini.
Informasi rencana pelabelan BPA pada AMDK galon pun telah menjadi polemik dan membuat beberapa pihak memantau independensi BPOM dalam isu ini.

Nugraha menganalogikan persoalan ini dengan minyak goreng kelapa sawit yang dalam kenyataannya tidak memiliki kandungan kolesterol. “Jadi kita tidak perlu terlalu khawatir dengan masalah ini. Sebagai contoh, minyak goreng sawit yang klaimnya tidak mengandung kolesterol tidak boleh karena secara alami memang tidak mengandung kolesterol. Ini bisa dianggap menyesatkan dan membohongi publik karena memang secara natural tidak mengandung kolesterol,” ujar Nugraha.

Baca Juga: Kabar Ada Vaksin Covid-19 Beredar Tanpa Izin, Menteri Muhadjir Tak Percaya

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI