Indonesia Bukan Pionir Vaksin Sel Dendritik, Pakar Minta Nama Vaksin Nusantara Diubah

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Sabtu, 28 Mei 2022 | 10:27 WIB
Indonesia Bukan Pionir Vaksin Sel Dendritik, Pakar Minta Nama Vaksin Nusantara Diubah
Ilustrasi vaksin. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Vaksin Nusantara yang dikembangkan oleh mantan Menteri Kesehatan dokter Terawan Agus Putranto perlu mengubah namanya.

Sebab dalam penelitian dan jurnal yang dikutip nama vaksin yang dikembangkan adalah vaksin sel dendritik.

"Kalimat bahwa Vaksin Nusantara sudah dipublikasi jurnal internasional harus diluruskan, bahwa ini adalah review dari vaksin sel dendritik, jangan pakai nama Vaksin Nusantara," kata epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman, dikutip dari ANTARA.

Ia mengatakan penamaan Vaksin Nusantara telah memicu tanggapan beragam masyarakat, sebab sudah banyak jurnal internasional yang memberikan ulasan terkait sel dendritik.

Baca Juga: Epidemiolog Minta Nama Vaksin Nusantara Diganti, Begini Alasannya

Tangkapan layar Jurnal Internasional terkait Vaksin Nusantara. [ANTARA/Andi Firdaus]
Tangkapan layar Jurnal Internasional terkait Vaksin Nusantara. [ANTARA/Andi Firdaus]

Dicky memastikan bahwa Indonesia bukan pionir dalam melakukan penelitian terhadap sel dendritik di dunia.

"Vaksin berbasis sel dendritik ini kan review-nya sudah banyak. Kita bukan pionir dalam hal ini. Sel dendritik bukan inovasi Indonesia, ini sudah advance untuk melihat bagaimana potensi dari vaksin ini untuk COVID-19," katanya.

Sehingga tidak heran, bila dalam jurnal internasional tersebut tidak menyebut nama Vaksin Nusantara.

"Ini adalah vaksin sel dendritik. Kan enggak ada disinggung Vaksin Nusantara," katanya.

Menurut Dicky penamaan Vaksin Nusantara pada vaksin sel dendritik memungkinkan untuk dilakukan saat resmi menjadi merek dagang.

Baca Juga: Vaksin Nusantara Dipublikasikan di Jurnal Internasional, Terawan: Kabar Gembira bagi Dunia Kesehatan

"Kalau sudah ada nama dagangnya, ya, boleh. Harus fair, ini bukanlah inovasi Indonesia, tapi inovasi dunia. Kita harus hargai orisinalitas dunia ilmiah," katanya.

Berdasarkan hasil penelaahan Dicky terhadap jurnal internasional yang memuat tinjauan ilmiah vaksin dendritik mantan Menteri Kesehatan RI Terawan, belum dimuat data serta bukti efikasi maupun efektivitas Vaksin Nusantara terhadap COVID-19. Bukti ilmiah tersebut diperlukan dengan hasil uji klinis.

"Sayangnya di sini hasil dari riset Vaksin Nusantara atau sel dendritik vaksin yang dilakukan tidak muncul di sini atau belum, karena literatur review, sehingga wajar. Artinya, ke depan itu yang kami tunggu," katanya.

Dicky mengatakan Vaksin Nusantara yang muncul di jurnal internasional lebih bersifat tinjauan mengenai alasan pengembangan penting dalam vaksin berbasis sel dendritik untuk COVID-19.

"Saya sudah membaca paper-nya dan itu bukan literatur review dengan mereview beberapa riset yang sudah dilakukan," katanya.

Namun, Dicky melihat publikasi vaksin berbasis sel dendritik Vaksin Nusantara dalam jurnal internasional sebagai langkah yang bagus. Tapi yang menjadi tantangan ke depan adalah mahalnya biaya pengembangan, seperti tuntutan SDM serta aspek lainnya.

"Kalau bicara strategi kesehatan masyarakat, jadi sulit. Karena harus mudah, murah dan cepat juga, selain efektif," katanya.

Dicky mengatakan vaksin berbasis sel dendritik merupakan inovasi yang layak untuk terus dikembangkan.

"Sebagaimana dari sejak awal saya sampaikan, potensinya memang ada, karena review sebelumnya itu juga mengatakan itu," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI