Viral Lagi Curhat Lawas Mama Maudy Ayunda, Pindahkan Anak dari Sekolah Kurikulum Nasional Karena Belajar Nama Kecamatan
Maudy Ayunda pernah terpaksa pindah sekolah lantaran ibunya tak nyaman melihat anaknya diminta menghafal nama-nama kecamatan di Jakarta.
Suara.com - Sebagai seorang seniman, Maudy Ayunda tidak hanya dikenal jago akting dan bernyanyi, tapi juga berprestasi secara akademis.
Ketertarikan Maudy terhadap bidang akademis nyatanya dimulai bahkan sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Hal itu tak lepas dari pengaruh orangtuanya - terutama sang ibu Mauren Jasmedi, yang sangat memerhatikan pendidikan Maudy dan adiknya.
Di media sosial, Mauren bercerita bagaimana saat Maudy baru duduk di kelas 2 SD, ia terpaksa pindah sekolah lantaran Mauren tak nyaman melihat anaknya diminta menghafal nama-nama kecamatan di Jakarta.
"Saat Anak saya TK sampai kelas 2 SD, mereka bersekolah di sekolah berkurikulum nasional. Awalnya, sama sekali tidak terpikir pindahkan anak dari sekolah tersebut."
Baca Juga: Warganet Ceritakan Artis Papan Atas Tapi Sulit Bayar Tagihan SPP Sekolah Anak, Siapa?
"Sampai suatu saat, ketika saya menemani anak-anak belajar, saya kecewa atas materi pembelajaran kala itu, di mana murid diminta menghapal nama-nama kecamatan di Jakarta, dam materi-materi hapalan lain yang saya anggap kurang tepat," cerita Mauren, dikutip suara.com dari akun Instagram pribadinya.
Sejak mengetahui hal itu, Mauren sering menemukan materi sekolah yang menurutnya masih tidak tepat. Tetapi, ia sendiri tidak tahu harus melayangkan protes kepada siapa.
"Daripada sibuk cari kesalahan orang, mulailah saya hunting mencari sekolah lain yang lebih sesuai harapan saya," ujarnya.
Bukannya mendatangi ruang kantor guru untuk bertanya tentang profil sekolah, Mauren justru punya cara berbeda dalam menentukan tempat belajar anak-anaknya.
Ibu dua anak itu sengaja datang ke kantin sekolah dan mendengarkan obrolan para siswa saat jam istirahat.
Baca Juga: Nasib Guru di Era Prabowo-Gibran: Akankah Janji Sejahtera Terwujud?
Bukan hanya itu, ia juga mengintip proses belajar secara langsung di beberapa kelas. Tindakan itu dilakukannya setiap hari di beberapa SD.
"Hingga suatu hari, saya mendapatkan 1 SD berkurikulum Nasional Plus, yang terbilang masih baru, bahkan anak saya baru akan menjadi angkatan kedua di sekolah itu dan bermurid hanya 9 orang per kelas."
"Mungkin bagi sebagian orang, sekolah dengan minim fasilitas ini bukan pilihan menarik. Tapi saat memasuki sekolah itu saya sungguh telah jatuh cinta,"tuturnya.
Walaupun tidak memiliki gedung yang besar juga fasilitasnya tidak sebanyak SD yang saat itu masih jadi sekolah Maudy, tapi Mauren merasa SD dengan kurikulum Nasional plus itu diisi oleh siswa berkualitas dan memiliki etika yang santun, meski berbicara dalam bahasa asing.
Ia juga memerhatikan sikap para guru yang terlihat dekat dengan siswa. Setelah melihat proses belajar di kelas secara langsung, menurut Mauren, konsep yang diterapkan menyenangkan karena melibatkan siswa secara aktif dengan komunikasi dua arah.
Keesokan harinya, Maudy langsung diajak ibunya untuk ikut melihat SD tersebut. Bahkan pelantun Perahu Kertas tersebut sampai bolos sekolah.
"Tepat di hari survey itu, hanya dalam satu hari, sulungku bahkan sudah berkeputusan tidak lagi ingin bersekolah di sekolah lama. Padahal kami hanya berkeliling sekolah yang kecil dan akhirnya diizinkan trial hadir di dalam kelas hingga kelas berakhir," tulis Mauren.
Saat melihat Maudy ikut di dalam kelas, Mauren baru menyadari kalau anaknya masih kebingungan mengikuti pelajaran karena guru menyampaikannya dengan Bahasa Inggris.
Walau begitu, Maudy meyakinkan ibunya siap menerima tantangan harus belajar bahasa baru dan materi pelajaran yang bahkan mungkin bisa membuatnya mengulang kelas, asalkan tetap bisa sekolah di SD tersebut.
Saat pertengahan kelas 2 SD, Maudy resmi pindah sekolah dari SD dengan lebih banyak fasilitas dan berhalaman luas ke sekolah yang lebih kecil bangunannya.
"Walau kecil namun telah mampu mencuri hati kami teramat dalam. Di sanalah akhirnya anak-anak saya menghabiskan sekolah dasar hingga masa SMP mereka usai (9 tahun)," tuturnya.