Suara.com - Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) memperkirakan penderita Covid-19 yang diobati menggunakan antivirus Paxlovid kembali mengalami gejala setelah pulih.
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) mengizinkan penggunaan darurat Paxlovid pada Desember tahun lalu untuk orang berusia 12 tahun ke atas.
Obat ini digunakan pada penderita Covid-19 ringan atau sedang tetapi berisiko tinggi mengalami penyakit parah, seperti usia lanjut, penderita obesitas, perokok, sedang hamil, atau penderita penyakit komorbid.
Regimen obat terdiri dari tiga pil yang diminum dua kali sehari selama lima hari, lapor NBC News.
Baca Juga: Efek Samping Paxlovid adalah Terganggunya Indera Pengecap, Kenali Penyebab Lain Kondisi Ini
Namun, CDC mendapati dua hingga 8 hari setelah menyelesaikan perawatan dan hasil tesnya negatif, beberapa pasien kembali dites positif dan mengalami gejala kembali.
Peringatan ini menegaskan hal yang telah didiskusikan pasien dan dokter setidaknya selama sebulan. Ini mengacu pada sebuah studi kasus yang terbit pada akhir April lalu.
Dalam studi tersebut peneliti mengurutkan sampel virus dari seorang pria 71 tahun yang penyakitnya kembali setelah meminum Paxlovid.
Padahal, peneliti tidak menemukan indikasi bahwa pria tersebut resistensi terhadap obat. Jadi, peneliti menduga bahwa gejalanya muncul kembali sebelum kekebalan alami membersihkan virus sepenuhnya.
Namun, CDC sejauh ini belum mengidentifikasi kasus penyakit parah pada orang yang kembali mengalami gejala setelah minum Paxlovid.
Baca Juga: Pfizer Ungkap Hasil Studi Obat Covid-19 Paxlovid untuk Cegah Infeksi, Ternyata Tidak Ampuh?
Rerata gejala pasien ini membaik atau sembuh dalam tiga hari, sehingga tidak memerlukan perawatan tamabahan, kata CDC.
Terkait kasus serupa, tiga dokter terkemuka mengungkap kasus yang disebut 'rebound Paxlovid' ini dalam rumah tangga mereka sendiri di Twitter.
Salah satunya adalah ketua University of California, Departemen Kedokteran San Francisco, Bob Wachter, yang mencatat kasus istrinya sendiri, Katie Hafner.
"Sementara kasus rebound tampaknya ringan, rebound ini masih sangat mengecewakan. Katie dipaksa kembali ke isolasi selama seminggu atau lebih, gejalanya memburuk... & dia bisa menginfeksi seseorang (termasuk saya) jika dia tidak berhati-hati," tulis Watcher.
Ketiga ahli mengatakan kasus kembalinya gejala Covid-19 bukan berarti Paxlovid tidak efektif. Uji klinis Pfizer menunjukkan bahwa obat ini menurunkan risiko penyakit parah sebesar 88 persen dalam waktu lima hari sejak timbulnya gejala.
"Setidaknya kasus 'rebound Covid' tampaknya tidak terkait dengan infeksi ulang," kata CDC.