Tertutup Serta Memiliki Faskes yang Kurang Memadai, Wabah Covid-19 Dinilai Bisa Menjadi Bencana Bagi Korut

Minggu, 15 Mei 2022 | 14:20 WIB
Tertutup Serta Memiliki Faskes yang Kurang Memadai, Wabah Covid-19 Dinilai Bisa Menjadi Bencana Bagi Korut
Ilustrasi Virus Corona (Envato)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wabah Covid-19 dinilai bisa menjadi bencana bagi Korea Utara. Saat ini negara tersebut dianggap tidak memiliki infrastruktur perawatan kesehatan yang memadai, serta tidak memiliki alat pengujian untuk menangani jumlah pasien di sana.

Kurangnya transparansi dan keengganan Korea Utara untuk berbagi informasi secara global, juga dianggap bisa menjadi tantangan dalam menghadapi pandemi tersebut.

Pada wabah kesehatan sebelumnya, Korea Utara juga tidak pernah secara resmi mengakui berapa banyak jumlah warganya yang meninggal dunia saat diterpa tragedi kelaparan pada 1990-an.

Menurut banyak ahli, korban meninggal dunia akibat wabah kelaparan di sana mencapai 2 juta jiwa. Bahkan penduduk yang melarikan diri dari Korea Utara berbagi cerita tentang kematian dan kelangsungan hidup di sana.

Baca Juga: Positif COVID-19, Pelatih Anyar Persija Thomas Doll Tunda Keberangkatan ke Indonesia

"Korea Utara memiliki persediaan obat dasar yang terbatas, sehingga pejabat kesehatan perlu fokus pada pencegahan. Mereka tidak memiliki perlengkapan dengan baik untuk menghadapi segala jenis epidemi," kata direktur Hyundai Motor-Korea Foundation Center for Sejarah Korea di Woodrow Wilson Center Jean Lee, dikutip dari CNN.

mantan dokter di Korea Utara Choi Jung-hun, yang melarikan diri dari negara itu pada tahun 2011 juga mengatakan bahwa saat dia terjun memerangi wabah campak tahun 2006-2007, Korea Utara tidak memiliki sumber daya untuk menjalankan karantina dan isolasi sepanjang waktu.

Dia ingat bahwa setelah mengidentifikasi kasus yang mencurigakan, pasien seharusnya dipindahkan ke rumah sakit atau fasilitas karantina agar pemantauan lebih mudah.

"Masalah di Korea Utara adalah manual tidak diikuti. Ketika tidak ada cukup makanan yang disediakan untuk orang-orang di rumah sakit dan fasilitas karantina, orang-orang melarikan diri untuk mencari makanan," kata Choi saat wawancara dengan CNN pada 2020.

Media pemerintah Korea Utara menyatakan situasi wabah Covid-19 saat ini sebagai darurat nasional utama. Pada Kamis (12/5) lalu, presiden Korea Utara Kim Jing Un memberlakukan penguncian nasional di semua kota.

Baca Juga: Waduh! 89 Calon Penumpang Kereta Api Ditolak Berangkat Selama Lebaran dari Daop 4 Semarang

Ia memerintahkan penduduk yang alami demam atau gejala lainnya untuk lakukan karantina. Ia juga mengarahkan pendistribusian perbekalan kesehatan yang dilaporkan telah dilakukan pemerintah dalam keadaan darurat Covid.

Kim memimpin pertemuan politbiro kuat negara itu yang setuju untuk menerapkan langkah-langkah anti-epidemi darurat maksimum.

Langkah-langkah tersebut termasuk mengisolasi unit kerja dan secara proaktif melakukan pemeriksaan medis untuk menemukan dan mengisolasi orang dengan demam dan gejala tidak normal, lapor KCNA.

"Langkah-langkah praktis sedang diambil untuk menjaga produksi tetap pada tingkat tinggi di sektor-sektor utama ekonomi nasional dan untuk menstabilkan kehidupan masyarakat secara maksimal," demikian dilaporkan KCNA, media pemerintah Korea Utara.

Menurut KCNA, politbiro mengkritik sektor anti-epidemi negara itu karena kecerobohan, kelalaian, tidak bertanggungjawab, dan ketidakmampuan karena gagal merespons dengan sigap terhadap peningkatan kasus Covid-19 di seluruh dunia, termasuk di negara tetangga.

Sementara terkait vaksinasi Covid-19, Korea Utara tidak diketahui apakah telah mengimpor vaksin virus corona, meskipun memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan program berbagi vaksin Covid-19 global dari Covax. Sebagian besar warga Korea Utara dikabarkan tidak divaksinasi.

"Tidak ada bukti menunjukkan bahwa Korea Utara memiliki akses vaksin yang cukup untuk melindungi penduduknya dari Covid-19. Korea Utara telah menolak jutaan dosis vaksin AstraZeneca dan Sinovac yang ditawarkan oleh program Covax yang dipimpin WHO," kata Amnesty International Peneliti Asia Timur Boram Jang dalam sebuah pernyataan.

Pada bulan Februari, Covax dilaporkan mengurangi jumlah dosis yang dialokasikan ke Korea Utara karena negara tersebut gagal mengatur pengiriman apa pun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI