Suara.com - Masalah kesehatan mental yang terjadi pada pelajar dan mahasiswa tidak boleh dianggap remeh. Sebuah survei di Amerika Serikat mengungkap, tidak sedikit mahasiswa yang ingin berhenti kuliah karena stres dan tekanan saat menempuh pendidikan.
Survei yang dilakukan oleh Lumina Foundation dan Gallup mengungkap sepertiga mahasiswa AS mempertimbangkan untuk berhenti kuliah dalam 6 bulan terakhir.
Laporan dari United Press International (UPI), the State of Higher Education 2022 Report mencatat sekitar 32 persen mahasiswa program S1 dilaporkan telah berpikir untuk mengundurkan diri setidaknya selama satu semester, sementara 41 persen mahasiswa program D3 mempertimbangkan untuk cuti kuliah dalam enam bulan terakhir.
"Tekanan emosional yang disebabkan oleh COVID-19, biaya kuliah, dan tugas kuliah yang sulit adalah tiga alasan yang paling kerap dilaporkan para mahasiswa tentang mengapa mereka mempertimbangkan cuti kuliah," kata UPI mengenai laporan itu, dikutip dari ANTARA.
Baca Juga: Perkembangan Otak Janin Terpengaruh Tingkat Stres Sang Ibu Saat Hamil
Berbagai perguruan tinggi menambahkan konseling kesehatan mental ke dalam daftar bantuan akademis yang tersedia.
Perkuliahan virtual, yang menjadi kebutuhan mendesak selama pandemi, membuat pendidikan dapat diakses oleh para mahasiswa yang membutuhkan jeda, lanjutnya.
"Banyak sekolah menawarkan kegiatan penghilang stres guna mengurangi kecemasan sebelum ujian tengah semester dan ujian akhir," imbuh UPI.
Hasil survei ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Boston. Dalam penelitian terhadap 33.000 mahasiswa, diketahui prevalensi stres, depresi, dan kecemasan terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
"Separuh dari mahasiswa musim gugur 2020 dinyatakan positif depresi dan juga kecemasan," ungkap Sarah Ketchen Lipson, peneliti kesehatan mental Universitas Boston yang dilansir dari Healthshots. Sarah merupakan peneliti utama dari survei nasional yang dilakukan secara online, selama semester musim gugur 2020 melalui Healthy Minds Network.
Baca Juga: Mencari Makna dan Ketenangan Hidup, Ulasan Mans Search for Meaning
Lipson, asisten profesor hukum, kebijakan, dan manajemen kesehatan dari BU School of Public Health mengatakan, temuan tersebut menggarisbawahi perlunya staf pengajar universitas dan fakultas untuk menerapkan mekanisme yang dapat mengakomodasi kebutuhan kesehatan mental mahasiswa.
“Fakultas universitas harus fleksibel dengan tenggat waktu dan mengingatkan mahasiswa, bahwa bakat mereka tidak hanya ditunjukkan oleh kemampuan mereka untuk mendapatkan nilai tertinggi selama satu semester,” papar Lipson.