Suara.com - Terapi profilaksis disebut penting untuk menangani pasien hemofilia. Hal itu diungkapkan oleh Dokter spesialis anak Dr. dr. Novie Chozie Amalia dari Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia.
Seperti dikutip dari ANTARA, Novie menjelaskan, bagwa terapi profilaksis bertujuan mencegah kerusakan sendi dan kecatatan. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa terapi profilaksis utamanya ditujukan untuk pasien anak.
Hal itu mencegah risiko adanya kemungkinan operasi terhadap pasien bila mengalami kerusakan sendi serta meningkatkan kualitas hidup.
Meski mahal, terapi ini bisa jadi pertimbangan karena biaya yang dikeluarkan akan lebih efektif dibandingkan terapi "on-demand", sebab pencegahan sangat penting ketimbang menangani ketika sudah muncul keluhan.
Sebagai gambaran, biaya terapi "on-demand" di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk perdarahan sendi bagi pasien hemofilia dengan berat badan 25 kilogram dapat mencapai Rp4,5 - 9 juta per episode atau Rp21 juta per bulan atau Rp250 juta per tahun. Biaya akan lebih membengkak bila pasien mengalami kerusakan sendiri hingga cacat dan membutuhkan operasi yang biayanya hingga mencapai miliaran rupiah.
"Ini yang harus dicegah," kata dokter spesialis anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Terapi ini sudah masuk dalam Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tata Laksana Hemofilia yang diterbitkan Kementerian Kesehatna pada 2021.
Ia menjelaskan, berdasarkan penelitian pemberian profilaksis dosis rendah memberikan hasil sesuai harapan. Dibandingkan terapi "on-demand", jumlah perdarahan secara signifikan lebih rendah.
Ia berharap, Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tata Laksana Hemofilia bisa jadi acuan dalam pelayanan hemofilia dalam memberikan terapi profilaksis dosis rendah. Saat ini pedoman tersebut telah diadaptasi dan dibuat turunannya di RSCM dan diharapkan bisa diikuti oleh berbagai rumah sakit lain yang punya fasilitas mumpuni dalam menangani hemofilia.
Hemofilia adalah kelainan pembekuan darah bawaan yang terjadi akibat kekurangan faktor pembekuan darah, 70-80 persen diturunkan secara genetik.
Penyakit hemofilia termasuk dalam beban biaya rawat inap tertinggi dalam kategori Penyakit Tidak Menular. Tanpa intervensi berarti, beban pengeluaran kesehatan di Indonesia diproyeksi dapat terus meningkat. Pada proyeksi jumlah kasus rawat jalan dan rawat inap pada 2014-2019, hemofilia berada di posisi ketujuh dengan beban biaya Rp71,25 miliar.