Suara.com - Para ilmuwan telah mempelajari hubungan antara kesehatan mental dan fisik selama beberapa tahun. Salah satunya hubungan antara depresi dengan penyakit jantung.
Riset menunjukkan bahwa depresi lebih sering terjadi pada penderita penyakit jantung daripada orang-orang pada umumnya.
Selain itu, orang yang mengalami gejala depresi tinggi lebih mungkin mengembangkan penyakit jantung daripada orang yang tidak mengalami depresi.
Mengapa penyakit jantung dan depresi saling berkaitan?
Baca Juga: Golongan Darah A, B, dan AB Lebih Berisiko Terkena Penyakit Jantung Dibanding Tipe O, Kok Bisa?
Menurut Science Alert, ada sejumlah faktor, baik perilaku maupun biologis, yang menjawab hubungan tersebut.
Beberapa faktor biologis tersebut adalah:
- Peningkatan peradangan di dalam tubuh
- Disfungsi endotel (penyempitan pembuluh darah di jantung)
- Perubahan aktivitas sistem saraf otonom (sistem saraf otonom mengontrol otot, termasuk jantung)
- Disfungsi trombosit darah (kondisi ketika trombosit darah lebih cenderung saling menempel dan membentuk gumpalan)
Sementara untuk perilaku, faktor gaya hidup tidak sehat juga dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan depresi. Sayangnya, penderita depresi lebih sulit mengubah kebiasaan seperti tidak sehatnya, misalnya berhenti merokok.
Jadi, tingkat risiko depresi berkurang pada orang yang didorong dan mendapat dukungan untuk mempraktikkan gaya hidup sehat, termasuk pola makan sehat yang lebih ketat dan peningkatan aktivitas fisik.
Memang peran diet sebagai intervensi untuk depresi masih kurang jelas, tetapi ada bukti yang menunjukkan bahwa olahraga adalah pengobatan yang sangat efektif untuk depresi pada orang dengan penyakit jantung.
Baca Juga: Suara Orang Bisa Deteksi Risiko Penyakit Jantung, Begini Caranya!
Ilmuwan mengatakan diperlukan adanya riset lebih lanjut tentang diet dan gaya hidup sehat sebagai pengobatan potensial bagi penderita depresi pada penderita dan orang yang berisiko alami penyakit jantung.