Suara.com - Vozrozhdeniya, sebuah pulau kecil di perbatasan laut Uzbekistan dan Kazakhstan, yakni Laut Aral, menjadi pulau mematikan di dunia karena keberadaan bakteri dan virusnya.
Laut Aral pernah menjadi laut terbesar keempat di Bumi. Namun setelah sungai yang mengalirkan air dialihkan oleh Soviet untuk mengairi kapas, airnya surut.
Kini, laut ini hanya berupa gurun pasir asin di mana suhu sering mencapai 60 derajat Celcius dan hampir tidak ada tanda kehidupan.
Tidak hanya itu, di balik tumpukan gurun yang tertutup garam, wilayah ini juga dipenuhi bakteri Bacillus anthracis penyebab antraks dan sejumlah penyakit eksotis lain yang dulunya menjadi uji coba Uni Soviet selama bertahun-tahun.
Baca Juga: Bayang-bayang Antraks Sirna di Musim Hajatan, Harga Daging Sapi Melonjak
Dahulu ketika Laut Aral masih berupa perairan, Vozrozhdeniya merupakan wilayah terpencil yang oleh Soviet disebut Aralsk-7. Letaknya sangat terpencil hingga baru diketahui manusia pada abad ke-19.
Pulau kecil ini tidak muncul di peta Soviet, keberadaannya juga menjadi rahasia bagi sebagian besar penduduk. Jadi kemungkinan ditemukan oleh Intelijen Barat sangat kecil.
Inilah yang menjadikannya tempat sempurna untuk bereksperimen dengan beberapa senjata biologis.
Menurut Oddity Central, selama bertahun-tahun Aralsk-7 merupakan bagian dari program senjata biologis nasional dan digunakan sebagai uji coba banyak penyakit, seperti antraks, cacar, dan wabah penyakit tularemia, brucellosis, dan tifus.
Hingga pada 1988, Soviet memutuskan untuk tidak lagi bereksperimen dengan bakteri antraks dan ia membuang sekitar 100 hingga 200 ton bahan berisi antraks ke lubang besar dan melupakannya di pulau ini.
Baca Juga: Waspada Penyebaran Antraks, DPPP Sleman Imbau Masyarakat Tidak Tergiur Daging Murah
Masalah dengan antraks adalah sporanya sangat sulit dibunuh dan dapat bertehan hidup di bahwa tanah selama ratusan tahun. Bahkan, spora terlihat tidak terganggu walau sudah disiram dengan diisnfektan dan dipaparkan ke suhu 180 derajat Celsius.
Uji coba kini telah tiada, penyakit-penyakit tersebut 'meresap' ke dalam pasir. Wilayah ini juga menjadi penyebab penyakit pada orang-orang yang melewatinya, bahkan jauh sebelum Soviet membuang bakteri antraks.
Pada 1971, seorang ilmuwan muda jatuh sakit setelah kapal penelitiannya melewati kabut kecoklatan di dekat pulau Vozrozhdeniya.
Dia didiagnosis menderita cacar air, meski telah divaksinasi. Lalu, ia menginfeksi 9 orang dan tiga di antaranya meninggal.
Satu tahun kemudian, mayat dua nelayan yang hilang ditemukan mengambang di perahu mereka di dekat pulau. Rupanya mereka meninggal karena wabah.
Ada kisah penduduk setempat yang terjadi pada Mei 1988, ketika 50.000 ekor antelop saiga merumput di padang rumput dekat Vozrozhdeniya mati dalam waktu sekitar satu jam karena penyebab misterius.
Reputasinya begitu terkenal, hingga akhirnya lokasi ini dievakuasi pada 1990-an.
Khawatir antraks bisa berakhir di tangan teroris, AS mengirim spesialis ke Vozrozhdeniya untuk melakukan beberapa tes, dan ketika mereka menemukan jejak antraks, jutaan dolar dijanjikan untuk operasi pembersihan.
Ribuan kilogram pemutih bubuk yang kuat digunakan oleh peneliti. Mereka mengenakan pakaian pelindung selama beberapa bulan untuk membasmi spora hingga hilang.
Namun, ahli masih yakin bahwa spora tidak sepenuhnya hilang dan masih ada di dalam dan sekitar lubang pembuangan.
Terlebih adanya lubang kuburan hewan yang terinfeksi, masing-masing menampung ratusan bangkai, atau kuburan manusia yang tidak bertanda. Wilayah ini masih menjadi ancaman terbesar yang harus dihindari dengan segala cara.