Suara.com - Stroke dapat dialami siapa saja, bahkan wanita yang usianya masih 20-an. Inilah yang terjadi pada seorang guru musik bernama Christina Saldivar (26) pada Februari 2020 lalu.
Saat ia mengalami stroke, Saldivar sedang mengajar di anak-anak Sekolah Dasar di Virginia. Awalnya ia merasa sangat pusing, yang ia kira disebabkan oleh menstruasi.
Tapi kemudian ia merasa mual, dan tetiba ia pingsan di kamar mandi. Rekan-rekannya membawanya ke rumah sakit.
"Aku terus berkata, 'kepalaku, kepalaku, kepalaku,'" ujar Saldivar, menjelaskan bahwa sakit kepalanya menjadi lebih intens dan menyebar.
Baca Juga: Tak Cuma Memberi Hiburan, Bermain Video Game Kini Jadi Terapi bagi Penyintas Stroke
Setelah menunggu beberapa jam untuk pemindaian otak, hasil menunjukkan bahwa ia terkena stroke.
"Kita harus melakukan operasi sekarang," tutur dokter pada saat itu, dilansir Insider.
Stroke terjadi ketika ada gangguan aliran darah ke otak, biasanya dari bekuan darah yang berjalan ke otak atau dari pendarahan otak spontan.
Dokter menjelaskan bahwa Saldivar menderita aneurisma otak yang pecah, menyebabkan pendarahan hebat di otaknya.
Anuerisma otak merupakan pembesaran pembuluh darah otak akibat melemahnya dinding pembulih darah. Bila pecah, aneurisma ini dapat menyebabkan pendarahan dan kerusakan otak.
"Ahli saraf mengarakan kami beruntung bahwa kami pindah saat itu, karena jika kami menunggu lama, saua pasti tidak akan berada di sini," lanjut Saldivar.
Untungnya, Saldivar tidak perlu menjalani operasi tengkorak. Dokter hanya memasang koil untuk menghentikan pendarahan.
Setelah dua minggu, Saldivar dipulangkan. Sang guru mengatakan dirinya telah pulih sepenuhnya dengan cepat.
Di sisi lain, banyak penyintas aneurisma otak yang pecah membutuhkan waktu bertahun-tahun dan banyak menjalani terapi untuk mendapatkan kembali kemampuan kognitif, seperti berbicara, berjalan, dan makan.
Saldivar sudah bisa mengemudi mobil dalam beberapa bulan kemudian dan bisa kembali mengajar setelah sebulan dipulangkan dari rumah sakit.