Suara.com - Rekomendasi pemberhentian mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sampai mencuri perhatian DPR. Dalam rapat dengar pendapat bersama Kementerian Kesehatan dan IDI, pada Senin (4/4), sejumlah anggota Komisi IX DPR menyampaikan pembelaan untuk Terawan.
Namun, pembelaan tersebut dinilai terlalu mengarah pada ranah politik dan hukum. Sementara pelanggaran etik yang diberatkan kepada dokter Terawan tidak dibahas.
"Kemarin kita lihat DPR, bagaimana mencecar IDI. Tapi itu semua, maaf, saya lihat semua pertanyaan ke ranah politik," kata Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia M Nasser dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (5/4/2022).
Menurutnya, pelanggaran etik yang dilakukan Terawan seharusnya cukup menjadi pembicaraan internal organisasi. Sehingga pihak luar dari organisasi profesi kedokteran itu tidak perlu ikut campur.
Baca Juga: Menohok Banget! Bintang Emon Sentil soal Anggaran Beli Gorden DPR Capai Rp 48 M
Ia mengibaratkan, Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) yang memberikan rekomendasi pemberhentian sebagai orangtua yang tengah menghukum Terawan.
"Orangtua kan mungkin akan menjewer anaknya yang nakal. Masa itu lurah (pihak luar) harus ikut campur. Banyak orang yang membawa keluar problem etik seorang dokter ke ranah politik dan juga ranah hukum. Apalagi ranah politik, tidak ada pintu masuk. Sebagai dosen saya bingung," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa etik menjadi salah satu norma yang memang harus selalu dipatuhi oleh dokter. Norma etik tersebut berlaku untuk hubungan dokter dengan pasien, dokter dengan sesama tenaga medis, juga dokter dengan masyarakat dalam memberikan edukasi.
"Kalau berbohong kepada publik atau melakukan hal yang tidak baik kepada tenaga kesehatan lain, itu sudah melanggar etik. Norma etik itu lahir dari komunitas organisasi profesi dokter," terangnya.
Baca Juga: Anggota DPR RI Minta IDI Dibubarkan, Adib Khumaidi: Kita Akan Selalu Ada Untuk Masyarakat