Suara.com - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menegaskan bahwa pemberhentian tetap Dokter Terawan Agus Putranto sebagai anggota IDI sudah melalui proses dan tahap yang panjang.
Bahkan, menurut Jubir IDI, Dr. dr. Beni Satria, proses tindakan terhadap Terawan sudah dimulai sejak 2013 silam, sesuai dengan laporan yang diberikan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK)
"Terkait dengan keputusan tentang dr. Terawan Agus Putranto ini merupakan proses panjang sejak tahun 2013, dan hak-hak beliau selaku anggota IDI telah disampaikan oleh MKEK untuk digunakan mengacu kepada ketentuan AD&ART dan tata laksana organisasi,” jelas Dr. Beni saat konferensi pers, Kamis (31/3/2022).
Ia juga menjelaskan lebih lanjut panjangnya tahapan seorang dokter diberhentikan dari keanggotaan IDI, yang sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau AD&ART IDI.
Baca Juga: Tak Boleh Ditunda! IDI Harus Berhentikan Terawan 28 Hari Setelah Muktamar ke-31
"Maka di sana disebutkan di ART pasal 8, bahwa seseorang yang dijatuhi hukuman sementara dan atau tetap, maka akan diberi kesempatan untuk membela diri dalam forum yang ditunjuk untuk itu," ungkap Dr. Beni.
Setelah dokter sebut hadir dalam forum, dan sebelum diputuskan sanksi apa yang tepat untuk diberikan, maka akan lebih dulu melewati 3 divisi di MKEK, yaitu divisi pembinaan, divisi kemahkamahan, dan divisi kefatwaan.
"Divisi pembinaan ada memproses aduan dan sebagainya, kalau ternyata indikasinya ada pelanggaran etik, maka divisi kemahkamahan, kan dibentuk oleh ketua MKEK, untuk menelaah kasus yang terjadi," tutur dr. Beni.
Kemudian kasus akan ditelaah lebih jauh melalui persidangan yang harus dilewati dokter tersebut, tapi harus mendapat pendampingan seperti pembelaan dari kuasa hukum melalui Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota atau BHP2A.
"Setelah dilakukan persidangan, yang juga termasuk memanggil ahli, memanggil saksi dan juga B2HA, akan diputuskan apakah ada pelanggaran atau tidak," jelas dia.
Setelah persidangan dilakukan, maka ada 1 hingga 4 kategori sanksi. Dari mulai yang paling ringan kategori 1 hanya berupa pembinaan, hingga yang terberat kategori 4 yaitu pemberhentian.
"Yang keempat, sanksi sangat berat akan ditindaklanjuti koordinasi ketua MKEK dengan ketua umum PB IDI," tuturnya.
Di sisi lain, Ketua MKEK IDI dr. Djoko Widyarto JS mengatakan bahwa setelah berkasus sejak 2013 terkait kode etik, Terawan tidak memiliki itikad baik untuk melakukan penyelesaian, yang alhasil memberatkan sanksi dan hukuman terhadap dirinya.
"Untuk kasus Terawan tidak ada itikad baik, mungkin ada pemberatan untuk sanksi atau yang memberatkannya," jelas dr. Djoko.