Suara.com - Di tengah polemik dokter Terawan Agus Putranto yang diberitakan diberhentikan dari organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), maka pembicaraan mengenai apa itu metode DSA kembali mencuat.
Teknik DSA atau Digital Subtraction Angiography sendiri biasanya digunakan dalam diagnosis stroke. Di sisi lain, dokter Terawan disebut telah memodifikasi DSA sebagai bagian dari terapi pasien stroke, yang dikenal luas dengan istilah cuci otak.
Lalu, apa sebenarnya DSA?
Dokter spesialis saraf dari Stroke Center Rumah Sakit Brawijaya Saharjo dr. Arief Rachman, Sp.S., menjelaskan bahwa DSA merupakan pemeriksaan bagian pembuluh darah untuk mendeteksi adanya kelainan, seperti penyumbatan atau pendarahan yang terjadi di otak.
"DSA adalah suatu pemeriksaan yang sifatnya diagnostik semi invasif. Logika dasarnya seperti pemasangan kateter sampai ke otak," jelas dokter Arief saat ditemui di Stroke Center RS Brawijaya Saharjo, Jakarta, Rabu (30/3/2022).
Baca Juga: Belajar dari Kisruh Terawan dan IDI: Ini 5 Tahapan Panjang untuk Jadi Dokter dan Bisa Tangani Pasien
Dokter biasanya akan memberikan heparin atau obat antikoagulan, saat melakukan metode DSA. Fungsi heparin adalah untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah akibat stroke. Dokter Arief menekankan bahwa heparin termasuk dalam golongan obat.
"Heparin itu termasuk obat. Tapi, kalau disebut pengobatan, jawabannya tidak. Akan menjadi pengobatan atau teurapeutik pada kondisi khusus, misal pada pasien stroke penyumbatan atau aneurisma," jelasnya.
Ia menambahkan, pemeriksaan DSA bagi pasien bisa digunakan untuk keperluan diagnostik maupun teurapetik, tergantung jenis stroke yang dialami.
Meski begitu, apabila metode DSA dilakukan untuk tujuan terapeutik, tindakannya pun hanya sebagai pelengkap sebelum operasi.
Baca Juga: Apakah Dokter Wajib Masuk IDI? Berkaca dari Kasus dr. Terawan yang Dipecat oleh MKEK IDI