Belajar dari Kisruh Terawan dan IDI: Ini 5 Tahapan Panjang untuk Jadi Dokter dan Bisa Tangani Pasien

Kamis, 31 Maret 2022 | 09:56 WIB
Belajar dari Kisruh Terawan dan IDI: Ini 5 Tahapan Panjang untuk Jadi Dokter dan Bisa Tangani Pasien
Ilustrasi dokter.[Unsplash/Natanael Melchor]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ramai kabar mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto diberhentikan sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sehingga membuat dirinya tidak bisa praktik atau tidak bisa menangani pasien.

Kisruh ini membuat banyak masyarakat penasaran, apa saja tahapan yang harus dilalui untuk jadi seorang dokter dan bisa mengobati pasien? Profesi dokter sendiri dianggap sebagai profesi yang banyak diminati, selain karena prospeknya jelas juga dinilai sangat bermanfaat untuk kehidupan orang lain.

Adapun untuk menjadi dokter setidaknya memerlukan dua tahap yaitu tahap pendidikan akademik yang dilaksanakan minimal tujuh semester dan tahap pendidikan profesi selama empat semester.

Berikut ini tahap pendidikan akademik kedokteran, mengutip Ruang Guru, Kamis (31/3/2022).

Baca Juga: Terpopuler Kesehatan: Indikasi Dokter Terawan Tak Patuh IDI, Ciri Kanker Tiroid yang Jarang Disadari

Ilustrasi dokter, apakah dokter wajib masuk IDI. (Pixabay/parentingupstream)
Ilustrasi dokter IDI. (Pixabay/parentingupstream)

1. Tahap Pendidikan Akademik
Tahap pendidikan akademik meliputi tahap pendidikan dasar kedokteran selama 2 semester (semester I dan II) dan tahap pendidikan kompetensi klinik selama 5 semester (semester III dan VII).

Pada tahap ini, mahasiswa akan mempelajari segala teori dan praktik yang berhubungan dengan dunia medis, seperti ilmu dasar kedokteran, kedokteran dasar, dan keterampilan klinik dasar.

Umumnya saat tahapan ini, mahasiswa akan menjalani metode belajar PICES (Student-centered, Problem-based, Integrated, Community-based, Elective, Systematic).

Lewat metode ini, mahasiswa kedokteran tidak hanya terpaku kuliah tatap muka di kelas saja, tetapi juga akan terlibat langsung dalam perkuliahan interaktif, praktikum, seminar, dan praktik lapangan.

Selain itu mahasiswa kedokteran akan mendapatkan kurikulum pembelajaran sistem blok. Contohnya Blok Biosains 1, Blok Biosains 2, dan Blok Ilmu Kedokteran Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan.

Baca Juga: Riuh Terawan dan IDI, Guru Besar Fakultas Kedokteran Unsri Yuwono: Jangan Buru-Buru Dihakimi, Hormati Beda Hipotesis

Di akhir masa pembelajaran tiap blok, biasanya akan diadakan evaluasi atau ujian.

Jika mahasiswa jurusan lain ujiannya hanya terdiri dari UTS dan UAS, berbeda dengan mahasiswa kedokteran yang harus melalui ujian sesuai dengan jumlah blok yang ada pada semester itu.

Misalkan pada semester 1 ada 3 blok, maka mahasiswa harus mengikuti 3 kali ujian dalam satu semester.

Setelah tahap pendidikan dasar, maka berlanjut ke tahap pendidikan kompetensi klinik yang akan dimasuki pada semester 3 hingga 7, dan terdapat 14 blok yang perlu dipelajari.

Namun, blok-blok di tahap ini sudah mulai masuk pada kompetensi klinik seperti Blok Sistem Muskuloskeletal, Blok Sistem Kulit dan Jaringan Ikat, Blok Sistem Mata dan THT, dan blok sistem lainnya.

Di tahap ini mahasiswa juga harus menyelesaikan tugas akhir sebagai syarat kelulusan. Setelah diwisuda akan mendapatkan gelar S.Ked atau Sarjana Kedokteran.

Tapi yang perlu jadi catatan, setelah lulus dan dapatkan gelar tidak bisa langsung bekerja, karena harus melalui tahapan lain untuk jadi dokter, seperti tahap pendidikan profesi.

2. Tahap Pendidikan Profesi
Setelah gelar S.Ked sudah di tangan, untuk bisa bekerja lulusan kedokteran perlu menjalani tahap Pendidikan Profesi atau menjadi co-ass (co-assistant).

Saat menjadi co-ass, calon dokter akan kontak langsung dengan pasien di rumah sakit dan belajar skill kedokteran seperti menyuntik, mengambil darah, hingga menjadi asisten saat operasi.

Para co-ass atau dokter muda ini akan dirotasi sesuai dengan bagian yang harus dipelajari. Biasanya saat tahap rotasi atau stase ini dokter muda ini harus menangani beberapa kasus seperti penyakit dalam, penyakit anak, dan bedah.

Menjadi co-ass berarti harus siap mengatur waktu antara bekerja dan belajar, menangani pasien dan mengerjakan tugas, serta mengatur waktu untuk istirahat.

Seorang co-ass tidak mengikuti jam kerja rumah sakit pada umumnya, biasanya harus datang pagi dan pulang tengah malam atau bahkan tidak pulang karena tugas jaga malam.

3. Ujian Sertifikasi
Setelah menyelesaikan tahap pendidikan profesi, kamu harus mengikuti Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Kedokteran atau UKMPPD.

UKMPPD ini akan diselenggarakan oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan beberapa instansi seperti Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia.

UKMPPD terdiri dari dua jenis tes, yaitu CBT (Computer Based Test) dan OSCE (Objective Structured Clinical Examination). Lebih singkatnya, CBT adalah ujian tertulis dan OSCE adalah ujian praktik.

Jika lulus calon dokter akan kembali diwisuda dan mengikrarkan sumpah dokter. Meskipun sudah bergelar dokter (dr.) di depan nama, namun masih perlu menjalani masa internship alias magang, sebelum akhirnya bisa buka praktik sendiri atau bekerja di fasilitas kesehatan.

4. Internship
Masa internship ini biasanya berlangsung selama 1 tahun dan tetap mendapatkan bimbingan dari dokter senior.

Kelebihannya, saat masa internsip dokter muda ini sudah memiliki jam kerja sendiri selayaknya dokter sungguhan. Apalagi masa internsip dokter muda akan lebih diberi kebebasan dan tidak diawasi seketat saat menjadi co-ass.

Jika masa internship ini sudah selesai, dokter muda akan mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

Dengan STR tersebut dokter muda sudah boleh bekerja di rumah sakit, puskesmas, atau membuka praktik sendiri sebagai dokter umum.

5. Pendidikan Spesialis
Setelah menyelesaikan masa internship, status yang disandang adalah dokter umum. Jika ingin memperdalam ilmu kedokteran di bidang tertentu seperti bedah, anak, saraf, jantung, dan forensik, maka harus menempuh pendidikan lagi sebagai dokter spesialis.

Pendidikan dokter spesialis ini biasanya berlangsung selama 4 hingga 6 tahun tergantung dari bidang apa yang diambil.

Setelah lulus dari Pendidikan dokter spesialis, dokter akan menyandang gelar tambahan di belakang nama, misalnya Sp.A untuk spesialis Anak dan Sp.BS untuk spesialis Bedah Saraf.

Wah, panjang dan lama ya untuk jadi seorang dokter prosesnya, gimana tertarik?

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI