Berkaca dari Lelucon Chris Rock Tentang Kondisi Alopecia Jada Pinkett Smith, Kenapa Humor Bisa Picu Amarah?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Senin, 28 Maret 2022 | 15:15 WIB
Berkaca dari Lelucon Chris Rock Tentang Kondisi Alopecia Jada Pinkett Smith, Kenapa Humor Bisa Picu Amarah?
Momen Will Smith memukul Chris Rock di ajang Piala Oscar yang berlangsung Minggu (27/3/2022) malam waktu setempat. [E! News]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aksi Chris Rock yang membuat lelucon tentang kondisi alopecia yang diidap oleh aktris Jada Pinkett Smith, atau istri Will Smith menjadi sorotan. Kejadian itu terjadi di panggung Oscar 2022.

Kala itu, Chris Rock membuat kondisi rambut botak Jada Pinkett Smith yang dikenal dengan alopecia. Perlahan, wajah Will Smith berubah masam saat Chris Rock terus melontarkan leluconnya.

Hingga pada satu momen, Will Smith bangkit dari kursinya. Ia berjalan ke arah panggung dan kemudian menampar Chris Rock di depan para undangan Oscar 2022.

Banyak yang menilai bahwa lelucon yang dibuat oleh Chris Rock kurang sensitif. Tapi, kenapa sih humor yang buruk bisa membuat kerusakan?

Baca Juga: Detik-detik Will Smith Tampar Chris Rock, Suasana di Panggung Oscar 2022 Sempat Mendadak Sunyi

Dilansir dari Live Science, penelitian baru menemukan bahwa upaya humor yang gagal dapat memicu tanggapan yang sangat kasar, dengan reaksi paling keras datang dari teman dan keluarga.

Will Smith dan Jada Pinkett Smith di Oscar 2022. (Instagram/@Theacademy)
Will Smith dan Jada Pinkett Smith di Oscar 2022. (Instagram/@Theacademy)

Untuk menguji efek humor yang kelewat batas, Nancy Bell, ahli bahasa terapan di Washington State University, dan asistennya mengamati 186 orang ketika mereka diberitahu lelucon kasar oleh orang asing, teman, atau keluarga.

Mereka menemukan bahwa banyak orang tidak menahan diri dalam mengungkapkan ketidaksenangan mereka pada humor yang lemah. Mereka kemudian menanggapi dengan frasa mulai dari yang ringan, "Itu tidak lucu," sampai ke jawaban yang benar-benar ofensif dan profan.

Bell mengatakan dia terkejut dengan tanggapan yang tidak sopan. "Saya pikir, semua orang memiliki pengalaman mencoba menjadi lucu dan tidak lucu," katanya. "Saya tidak berharap orang akan berbalik arah dan membuat Anda merasa lebih buruk."

Tapi itulah yang dilakukan banyak orang. Orang-orang menanggapinya dengan hinaan, sarkasme, tawa palsu, dan sejumlah serangan balik lainnya. Tanggapan kasar ini mungkin berasal dari fakta bahwa lelucon biasanya merupakan gangguan pada percakapan normal, kata Bell.

Baca Juga: Ulasan Buku Kitab Gelak Tawa Nasrudin Hoja, Manfaat Humor untuk Mengusir Kebosanan

Ketika sebuah lelucon benar-benar lucu, pendengar tidak keberatan dengan gangguan tersebut karena ada imbalannya: humor. Tanpa humor, pendengar mungkin menjadi kesal. 

Alasan lain pendengar bisa marah adalah karena lelucon yang buruk menyiratkan penghinaan terhadap selera humor penonton, jika si penceriata benar-benar mengira pendengar akan menghargai lelucon yang buruk itu.

"Ini menyinggung mereka," kata Bell. 

Penelitian baru menegaskan betapa rumit dan halusnya lingkungan sosial humor. Misalnya, ada kalanya humor yang buruk benar-benar dapat berguna.

"Mungkin menceritakan lelucon yang buruk dapat menampilkan Anda sebagai seseorang yang mudah didekati, tidak semuanya tinggi dan perkasa, atau mungkin menunjukkan bahwa Anda memiliki kepercayaan diri," kata Bell.

Hasil yang menarik ini adalah salah satu alasan mengapa Bell menganggap penting untuk mempelajari tidak hanya humor yang berhasil sebagai sarana komunikasi, tetapi juga upaya yang gagal.

"Anda tidak dapat memiliki teori humor yang lengkap tanpa memahami bagaimana teori itu juga gagal," katanya. "Studi tentang humor pada umumnya diabaikan untuk waktu yang lama - itu tidak dianggap sebagai pekerjaan akademis yang serius. Tapi itu adalah bagian penting lain dari interaksi."

Penelitian Bell akan diterbitkan dalam Journal of Pragmatics.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI