Studi: Inovasi Kelambu Berbahan Kimia Berhasil Tekan Kematian karena Malaria

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Jum'at, 25 Maret 2022 | 22:50 WIB
Studi: Inovasi Kelambu Berbahan Kimia Berhasil Tekan Kematian karena Malaria
Ilustrasi kelambu untuk cegah malaria. [Shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Inovasi baru untuk mencegah kasus dan kematian karena malaria memberikan hasil positif lewat studi terbaru di Tanzania.

Dalam penelitian yang diterbitkan di The Lancet, kelambu yang diberi insektisida jenis baru mengurangi kasus malaria pada anak-anak hingga hampir setengahnya.

Hasil riset tersebut meningkatkan harapan akan senjata baru dalam memerangi penyakit pembunuh lawas itu.

Kelambu telah berperan penting dalam kemajuan pesat yang telah diciptakan dunia dalam beberapa dekade terakhir terhadap malaria dengan jutaan nyawa terselamatkan.

Baca Juga: Hasil Studi BMW Group Asia: 8 dari 10 Pengemudi Indonesia Pilih Mobil Listrik

Ilustrasi. (Shutterstock)
Ilustrasi. (Shutterstock)

Namun, progres itu terhambat dalam beberapa tahun terakhir, sebagian karena nyamuk-nyamuk yang menyebarkan infeksi semakin resisten terhadap insektisida yang digunakan dalam kelambu yang ada.

Pada 2020, sebanyak 627.000 orang meninggal karena malaria, sebagian besar anak-anak di Afrika sub-Sahara.

Saat ini, para peneliti di London School of Hygiene and Tropical Medicine (LSHTM) di Inggris, the National Institute for Medical Research and Kilimanjaro Christian Medical University College di Tanzania, dan the University of Ottawa di Kanada telah menunjukkan bahwa insektisida baru, yang pertama dalam 40 tahun, aman dan efektif dalam uji coba acak di dunia nyata.

Kelambu yang diberi chlorfenapyr dan pyrethroid, bahan kimia yang biasa digunakan, mengurangi prevalensi malaria saat dibandingkan dengan kelambu yang ada sebesar 43 persen di tahun pertama dan 37 persen di tahun kedua percobaan.

Penelitian itu melibatkan lebih dari 39.000 rumah tangga dan diikuti lebih dari 4.500 anak-anak usia 6 bulan hingga 14 tahun.

Baca Juga: Studi Ungkap Perbedaan Anak Perempuan dan Lelaki Saat Menghadapi Kegagalan Akademis, Seperti Apa?

Kelambu yang dikembangkan oleh BASF di Jerman dan LSHTM, sedikit lebih mahal ketimbang kelambu saat ini, sekitar tiga dolar AS (Rp40.015) per buah, tetapi para peneliti mengatakan penyelamatan dalam mencegah kasus melebihi kenaikan pengeluaran awal.

Chlorfenapyr bekerja berbeda dari pyrethroid, secara efektif melumpuhkan nyamuk-nyamuk dengan menyebabkan kram sayap dan membuatnya tidak bisa terbang yang karenanya menggigit dan menyebabkan infeksi.

Bahan kimia itu pertama kami diajukan untuk penggunaan melawan malaria sejak 20 tahun lalu dan sudah digunakan untuk pengendalian hama sejak 1990.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melakukan prakualifikasi penggunaan kelambu baru, tetapi uji coba yang didanai Pemerintah Inggris dan Wellcome Trust, dapat menghasilkan rekomendasi yang lebih luas untuk penggunaannya.

“Ini adalah bukti pertama dalam kondisi kehidupan nyata,” kata Jacklin Mosha, penulis utama studi dari Institut Nasional Penelitian Medis, Tanzania, kepada Reuters.

Bersamaan dengan kemajuan vaksin malaria, yang disetujui oleh WHO tahun lalu, tim mengatakan kelambu dapat menjadi alat lain dalam kotak peralatan malaria.

Namun, mereka memperingatkan bahwa penting untuk memastikan bahwa nyamuk-nyamuk itu tidak cepat mengembangkan resistensi terhadap chlorfenapyr jika digunakan secara luas. [ANTARA]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI