Ahli Temukan Cara Deteksi Risiko Serangan Jantung dari Suara, Begini Penjelasannya

Kamis, 24 Maret 2022 | 21:35 WIB
Ahli Temukan Cara Deteksi Risiko Serangan Jantung dari Suara, Begini Penjelasannya
Serangan Jantung (Envato)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Serangan jantung terjadi ketika salah satu arteri yang menuju ke jantung tersumbat, sehingga aliran darah terhenti secara tiba-tiba.

Serangan jantung ini umumnya memicu sensasi meremas atau nyeri tiba-tiba di dada, yang dapat menyebar ke leher, rahang atau punggung.

Menurut sebuah studi baru, sinyal akustik pada pasien berisiko serangan jantung yang bisa ditangkap oleh perangkat lunak kecerdasan buatan bertahun-tahun sebelum suatu peristiwa.

Alat skrining ini bisa mengidentifikasi pasien yang berisiko terkena serangan jantung dengan menganalisis fitur suara mereka.

Baca Juga: Akibat Komplikasi Virus Corona Covid-19, Kedua Kaki Wanita Ini Harus Diamputasi!

Menurut sebuah studi baru-baru ini, teknologi ini dapat menangkap 80 karakteristik suara yang berbeda, seperti irama, amplitudo, nada dan frekuensi.

Para peneliti menguji coba alat tersebut menggunakan sampel dari 108 pasien yang dirujuk ke sinar-X untuk penilaian kesehatan arteri koroner mereka.

Partisipan diminta merekam tiga sampel suara 30 detik menggunakan aplikasi smartphone Vocals Health.

Ilustrasi serangan jantung. [Envato]
Ilustrasi serangan jantung. [Envato]

Subjek diinstruksikan untuk membaca teks yang telah disiapkan, kemudian berbicara secara spontan tentang pengalaman positif untuk rekaman pertama dan kedua.

Pada sampel suara terakhir, peserta diminta untuk berbicara secara bebas tentang pengalaman negatif.

Baca Juga: Kabar Baik, Kasus Aktif Virus Corona di Pamekasan Menurun

Kemudian, hasil rekaman dianalisis engan algoritma Vocalis Health, sistem berbasis AI yang dilatih menggunakan lebih dari 10.000 rekaman suara.

Selama masa tindak lanjut dua tahun, 58,3 persen peserta dengan suara tinggi dirawat di rumah sakit karena nyeri dada atau keadaan darurat lainnya seperti serangan jantung.

Sebaliknya, hanya 30,6 persen peserta dengan suara rendah yang kembali ke rumah sakit. Berdasarkan data ini, peneliti memperkirakan bahwa peserta dengan suara bernada tinggi 2,6 kali lebih mungkin menderita masalah utama yang terkait dengan penyakit arteri koroner.

Penulis utama studi tersebut, Dokter Jaskanwal Sara, dari Mayo Clinic di Amerika Serikat, mengatakan telemedicine bersifat non-invasif, hemat biaya, efisien dan menjadi semakin penting selama pandemi.

"Kami tidak menyarankan bahwa teknologi analisis suara ini menggantikan diagnosis dokter. Tapi, kami berpikir ini bisa menjadi alat bantu untuk deteksi serangan jantung lebih dini," kata Dokter Jaskanwal Sara dikutip dari Express.

Melalui teknologi ini, tim peneliti bisa mengidentifikasi enam fitur yang terkait dengan penyakit arteri koroner, yang digabungkan menjadi satu skor untuk dinyatakan sebagai angka antara minus satu dan satu.

“Kami sendiri tidak dapat mendengar ciri-ciri khusus ini. Teknologi ini menggunakan pembelajaran mesin untuk mengukur sesuatu yang tidak mudah diukur dengan menggunakan otak manusia dan telinga manusia," jelasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI