Invasi Rusia ke Ukraina Menyulitkan Pengendalian Tuberkulosis, Terutama Jenis yang Resisten Obat

Kamis, 24 Maret 2022 | 13:50 WIB
Invasi Rusia ke Ukraina Menyulitkan Pengendalian Tuberkulosis, Terutama Jenis yang Resisten Obat
Para pengungsi dari Ukraina berlindung di aula utama kompleks atletik di ibukota Kishinev, Moldova, Kamis (10/3/2022). [MENAHEM KAHANA / AFP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Invasi Rusia ke Ukraina ternyata menyebabkan dampak sangat luas. Misalnya, semakin banyak orang yang menderita penyakit dan kematian akibat sistem kesehatan terganggu dan kurangnya akses ke obat, makanan, dan perawatan.

Dalam kondisi ini, pengendalian penyakit menular kesulitan. Salah satu penyakitnya adalah tuberkulosis (TB), infeksi bakteri yang ditularkan melalui batuk.

Infeksi tuberkulosis telah membunuh banyak orang, bahkan korbannya lebih dari jumlah kematian Covid-19. Kondisi ini dapat disembuhkan, tetapi membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menjalani pengobatan.

Jenis TB yang paling sulit diobati adalah tuberkulosis resisten obat atau TB-MDR dan TB yang resistan terhadap obat lini kedua atau TB-XDR. Dua kondisi ini memengaruhi setengah juga populasi per tahun, lapor The Conversation.

Baca Juga: Peringatan Hari Tuberkulosis Sedunia 24 Maret 2022 Mengambil Tema "Invest to End TB, Save Lives"

Menurut dokter penyakit menular dan dosen klinis senior Tom Wingfield dari Universitas Liverpool, TB MDR merupakan tantangan utama kesehatan masyarakat global dan penyebab utama kematian akibat resistensi obat antibiotik.

Para pengungsi dari Ukraina berlindung di aula utama kompleks atletik di ibukota Kishinev, Moldova, Kamis (10/3/2022). [MENAHEM KAHANA / AFP]
Para pengungsi dari Ukraina berlindung di aula utama kompleks atletik di ibukota Kishinev, Moldova, Kamis (10/3/2022). [MENAHEM KAHANA / AFP]

Hingga kini, Ukraina masih menjadi salah satu beban TB tertinggi di Eropa. Hampir sepertiga orang yang terkena dampak perang mengidap TB yang resisten terhadap obat, jumlah TB-MDR dan TB-XDR tinggi dan terus meningkat.

Invasi ke Ukraina telah membuat pengendalian TB di wilayah tersebut sulit dan berpotensi menyebar ke luar.

"Perang menyebabkab kondisi yang menjadi tempat berkembang biaknya TB secara sempurna, termasuk kerawatanan pangan dan kepadatan penduduk di ruang berventilasi buruk," jelas Wingfield.

Terlebih, perang merusak infrastruktur perawatan kesehatan, menghancurkan program vaksinasi, dan membatasi akses ke perawatan berkualitas.

Baca Juga: World TB Day 2022, Upaya Eliminasi Kasus Tuberkulosis Indonesia Perlu Belajar dari Penanganan Covid-19

Salah satu bentuk dampaknya adalah terlambatnya diagnosis, mengakibatkan kompikasi buruk dan risiko penularan lebih besar.

Lebih dari tiga juta orang Ukraina meninggalkan negara asalnya ke Suriah, Afghanistan, dan Ethiopia. Semua wilayak tersebut memiliki prevalensi MDR TB yang sangat tinggi.

"Imigrasi tersebut akan menjadi tantangan respons kesehatan masyarakat," sambungnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI