Deteksi Dini Belum Masif, Penyakit Jantung Masih Jadi Penyebab Kematian Terbesar di Indonesia

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Rabu, 23 Maret 2022 | 22:55 WIB
Deteksi Dini Belum Masif, Penyakit Jantung Masih Jadi Penyebab Kematian Terbesar di Indonesia
Ilustrasi jantung manusia (Shutterstock).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Deteksi dini penyakit jantung penting tidak hanya untuk mencegah kefatalan, tapi juga mengurangi risiko kematian.

Sayangnya, deteksi dini dan penanganan menjadi masalah utama dari penyakit jantung bawaan (PJB) karena sebaran fasilitas yang tidak merata di Indonesia sehingga banyak kasus berakhir dengan kematian.

"Kesadaran masyarakat akan pentingnya skrining memang belum masif, ditambah lagi belum banyak cardio center yang mampu melakukan upaya skrining penyakit jantung bawaan," kata spesialis jantung dan pembuluh darah, yaitu dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K).

Berdasarkan data Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) angka kejadian PJB di Indonesia yang diperkirakan mencapai 43.200 kasus dari 4,8 juta kelahiran hidup (9 : 1.000 kelahiran hidup) setiap tahunnya. 30 persen di antaranya memperlihatkan gejala pada minggu-minggu pertama kehidupan di mana sebagian besar pasien PJB terabaikan atau tidak ditangani dengan benar. PJB dapat disebabkan karena malnutrisi atau infeksi yang dialami selama masa kehamilan.

Baca Juga: Dirawat di Jakarta, Balita 2 Tahun Penderita Kelainan Jantung Asal Sumbar Butuh Uluran Tangan

ilustrasi penyakit jantung, serangan jantung. (Shutterstock(
ilustrasi penyakit jantung, serangan jantung. (Shutterstock)

Dia menuturkan, seiring dengan kemajuan teknologi di bidang kedokteran, khususnya dalam bidang intervensi kardiologi anak, sebagian anak penderita PJB tidak perlu lagi mengalami operasi atau pembedahan terbuka.

Metode pilihan utama untuk menangani kasus PJB tertentu adalah prosedur intervensi menggunakan kateter. Intervensi menggunakan kateter memiliki beberapa keuntungan di antaranya risiko atau komplikasi relatif lebih rendah, masa rawat di rumah sakit dan waktu pemulihan yang lebih singkat, serta biaya yang lebih murah. Selain itu, waktu pengerjaan tindakan juga lebih singkat.

Dalam program CSR dari Heartology Cardiovascular Center dan Brawijaya Hospital Saharjo berkolaborasi dengan Yayasan Jantung Indonesia (YJI), tim spesialis jantung dan pembuluh darah, yaitu dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K) dan dr. Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K) menangani pasien anak dengan penyakit jantung bawaan.

Mereka melakukan tiga prosedur, yakni dua prosedur PDA (Patent Ductus Arteriosus) Closure untuk bayi berusia 9 bulan, serta 1 prosedur ASD (Atrial Septal Defect) Closure untuk anak berusia 8 tahun. Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan bantuan imaging murni dari ekokardiografi.

PDA adalah kondisi di mana pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan arteri paru tetap terbuka. Lalu, lubang ditutup menggunakan device penutupan PDA. Sementara itu, ASD adalah kondisi di mana adanya lubang pada serambi jantung yang mengakibatkan aliran darah jadi tidak normal yang kemudian ditutup dengan device penutupan ASD.

Baca Juga: Penanganan Penyakit Jantung Bawaan yang Tepat Dapat Tingkatkan Usia Harapan Hidup Pasien

Radityo menjelaskan, tindakan intervensi kateter ini dilakukan dengan metode zero fluroskopi, tanpa radiasi. Radiasi dapat menimbulkan efek jangka panjang untuk pasien, dokter dan tim laboratorium kateterisasi.

Ario yang merupakan Ketua Divisi Medis Yayasan Jantung Indonesia berharap banyak kasus penyakit jantung bawaan yang bisa terdiagnosa secara dini dan ditangani secara tepat. Sebab, penanganan penyakit jantung bawaan yang tepat bisa meningkatkan tiga kali usia harapan hidup pasien. [ANTARA]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI