Suara.com - Semenjak pandemi Covid-19 melanda, fokus perhatian soal kesehatan menjadi tertuju pada virus ini, sehingga menghambat penanganan penyakit lain, salah satunya pada tuberkulosis (TBC).
Tuberkulosis sendiri masih menjadi tantangan besar bagi masyarakat Indonesia. Berdasar data Kemenkes, kasus baru tuberkulosis di Indonesia mencapai 824.000, jumlah terbanyak ketiga setelah India dan China.
Sementara tingkat kematian tuberkulosis mencapai 94.000 kasus. Artinya, setiap 1 jam 11 orang di Indonesia meninggal karena penyakit yang penyerang paru-paru ini.
"Sejak pandemi, terjadi perubahan fokus, upaya eliminasi TBC tak lagi jadi perhatian.....Akibatnya terjadi penurunan kasus yang diperiksa, semakin dikit yang diobati, semakin tinggi tingkat penularannya," ujar Dr. Erlina Burhan, Sp.P(K), pada konferensi pers Peringatan World TBC Day, Rabu (23/3/2022).
Karenanya untuk memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia yang jatuh pada 24 Maret dengan tema "Investasi untuk Eliminasi Tuberkulosis, Selamatkan Bangsa", Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengajak seluruh elemen masyarakat ikut serta.
Baca Juga: Selandia Baru Akan Hapus Beberapa Kebijakan Pandemi COVID-19
Di sini PDPI berkomitmen untuk meningkatkan aktivitas penemuan dan pengobatan kasus TBC, dengan cara berkolaborasi dengan berbagai pihak, tak hanya sesama profesi tapi juga berbagai lapisan pemerintah dan komunitas.
Untuk penanganan TBC, diharapkan bisa belajar dari strategi penanganan pandemi Covid-19. Mulai dari kesiapan tenaga medis, fasilitas kesehatan hingga alat penegakan diagnosis.
Di sisi lain, masyarakat juga diharapkan berperan serta dalam edukasi pencegahan dan deteksi dini tuberkulosis di lingkungannya. "Belajar dari Covid kita tidak malu mendeklarasikan diri atau posting di media sosial kalau positif, harusnya untuk TBC juga demikian, jadi orang tak lagi malu dengan TBC sehingga menghilangkan stigma," tambah Dr. Erlina.
Masyarakat diimbau untuk periksa segera ketika terdapat gejala yang mengarah ke tuberkulosis seperti batuk lebih dari 2 minggu, batuk darah, demam lama, penurunan berat badan dan nafsu makan.
Perlu diketahui, ada beragam faktor risiko orang terkena tuberkulosis, yang pertama adalah lingkungan. Penyakit ini rentan menular di tempat yang sangat crowded seperti rumah berdempet-dempet dengan ventilasi minim sehingga tidak ada pertukaran udara.
Baca Juga: Demi Genjot Pariwisata, Indonesia Bakal Ubah Status Pandemi Covid-19 Menjadi Endemi
Sebab kuman tuberkulosis akan berkembang biak dengan cepat di tempat yg lembap. Kedua adalah mereka yang punya komorbid HIV, diabetes dan lainnya yang memiliki sistem imun lebih rendah.
Perokok aktif pun harus waspada dengan TBC. Hampir 70 persen laki-laki dewasa perokok di Indonesia, dan para perokok biasanya mengalami peradangan kronis di pernapasannya yang umumnya menyebabkan batuk, jadi menganggapnya hanya batuk biasa padahal bisa saja TBC.
"Orang normal sehat itu ga batuk, kalau dia batuk lama pasti ada something wrong," jelas Dr. Erlina.
Dengan upaya tersebut, PDPI juga terus akan melakukan penelitian dalam rangka pengembangan vaksin, obat-obatan Tuberkulosis dan Infeksi Laten Tuberkulosis (ILTB) terbaru untuk dapat direkomendasikan kepada pemerintah guna mencapai target penurunan kasus 17% per tahun.