Kemenkes Pakai Kecerdasan Buatan untuk Deteksi TB, Gimana Cara Kerjanya?

Selasa, 22 Maret 2022 | 16:12 WIB
Kemenkes Pakai Kecerdasan Buatan untuk Deteksi TB, Gimana Cara Kerjanya?
Ilustrasi tuberkulosis. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bakal menggunakan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk program skrining TB atau TBC (tuberkulosis) besar-besaran.

Diceritakan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes, Dr. drh. Didik Budijanto, bahwa alat skrining AI ini berupa alat X-Ray paru, yang bentuknya seperti sajadah atau karpet.

TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium tuberculosis di paru-paru. Kondisi ini, kadang disebut juga dengan TB paru.

Bakteri tuberkulosis yang menyerang paru-paru menyebabkan gangguan pernapasan, seperti batuk kronis dan sesak napas.

Baca Juga: Sentra Vaksinasi Serviam Jakarta Ditutup Usai Setahun Beroperasi, Apa Alasannya?

Ilustrasi infeksi bakteri tuberkulosis. [Shuttertsock]
Ilustrasi infeksi bakteri tuberkulosis. [Shuttertsock]

"Dengan memanfaatkan alat X-Ray kayak sajadah, sedang diupayakan pengadaan alat tersebut tahun ini," ujar Dr. Didik dalam diskusi Kemenkes memperingati Hari Tuberkulosis Sedunia 2022, Selasa (22/3/2022).

Untuk membayangkan alat X-Ray ini, hampir serupa seperti alat X-Ray berteknologi kecerdasan buatan, yang diperbantukan FUJIFILM Indonesia untuk Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) beberapa waktu lalu.

Teknologi AI dalam X-Ray ini bekerja dengan cara mempelajari apa yang dipotret atau data yang diterima saat menganalisis tubuh manusia, khususnya paru.

Contohnya X-Ray ini dengan FDR Nano, hanya melalui foto rontgen ini bisa dengan cepat mendeteksi berbagai macam kelainan paru seperti infeksi TB pada tubuh pasien.

Sehingga dari yang tadinya hanya sekedar foto rontgen berwarna hitam putih, dengan kecerdasan buatan alat X-Ray akan langsung menampilkan aneka warna kelainan paru, sehingga tenaga medis lebih mudah mendiagnosis.

Baca Juga: Meski Tren Kasus Covid-19 Mengalami Penurunan, Kemenkes Sebut Vaksinasi Masih Perlu Dilakukan

Menariknya, alat rontgen dengan kecerdasan buatan ini bisa digunakan pasien dengan berbagai posisi, termasuk posisi berbaring sekaligus karena tipis seperti karpet atau sajadah yang bisa ditiduri pasien.

Sehingga tidak perlu lagi membawa pasien ke lokasi ruang rontgen khusus, karena mesin X-Ray bisa mudah dibawa ke berbagai ruangan karena ringan, termasuk bisa digunakan pasien yang sedang kritis terbaring di ICU atau IGD.

Adapun rencana program skrining besar-besaran ini, dilakukan agar Indonesia mampu mencapai target global eliminasi TB pada 2030 mendatang.

Apalagi Indonesia saat ini memiliki gap atau jarak kasus dugaan TBC yang berkisar sebanyak 800 ribu kasus. Namun yang ditemukan dan mendapatkan pengobatan baru ada 500 ribu kasus.

"Dengan ditemukannya gap 300 ribu, ini akan mempercepat target global, di 2030 kita bisa eliminasi TBC, oleh karena itu salah satu upaya dengan menemukan secara cepat kemudian diobati, kontak tuntas 100 persen, ini target kita menyelesaikan di tahun 2030," tutup Dr. Didik.

Perlu diketahui, orang dengan TB perlu mengonsumsi obat secara rutin paling lama 6 bulan agar bakteri TB di tubuhnya jumlahnya terkendali, tidak berpindah atau menular ke orang lain.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI