Suara.com - Stunting alias kekerdilan merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian serius, demi terciptanya generasi muda Indonesia yang sehat dan maju.
Namun Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut masalah kesehatan yang mengancam keluarga Indonesia bukan hanya stunting.
Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Eni Gustina mengatakan sebanyak 71.482.499 keluarga menjadi tantangan pemerintah Indonesia dalam membentuk keluarga berkualitas.
“Tantangan kita adalah punya 71.482.499 keluarga di Indonesia. BKKBN selama era pandemi COVID-19 sudah punya data by name by address sebanyak 68 juta keluarga yang kita data di tahun 2021,” kata Eni dalam Webinar.
Baca Juga: Tidak Puas Ucapan Jokowi Soal Stunting Menurun, Megawati: Harusnya Tidak Ada!
Menanggapi kondisi keluarga di Indonesia saat ini, Eni menuturkan satu dari empat balita masih mengalami kekerdilan (stunting). Terjadinya kekerdilan pada anak disebabkan karena banyak ibu hamil terkena anemia, anak mengalami kekurangan asupan gizi dan jarak kelahiran yang terlalu dekat.
Selain terkena kekerdilan, menurut data SDKI tahun 2017, Angka Kematian Bayi (AKB) masih ada sebanyak 24 kematian dari 1.000 kelahiran hidup.
Sedangkan pada usia remaja, sebanyak 5,1 persen mengaku pernah mengonsumsi narkotika dan obat-obat terlarang lainnya. Bahkan, angka kesakitan pada lansia menyentuh 26, 20 persen per tahunnya.
Data BPS tahun 2019 turut menyebutkan persentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 9,41 persen dari total penduduk yang ada.
Menurut Eni, supaya dapat terbentuk keluarga yang berkualitas, pemerintah perlu melakukan pendekatan melalui siklus hidup yang dimulai dari calon pengantin, pasangan usia subur (PUS), keluarga hingga anak.
Baca Juga: Tekan Prevalensi Stunting, Indonesia Perlu Belajar dari Peru Hingga Bolivia
Salah satunya adalah mengkampanyekan usia yang tepat untuk melangsungkan pernikahan pada para remaja. Calon pengantin setidaknya harus berusia 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.
Edukasi mengenai perencanaan kehamilan seperti imbauan untuk berhenti melahirkan di usia 35 tahun bagi para ibu, merencanakan setiap kehamilan juga pola pengasuhan yang baik dan benar pada anak juga diperkuat.
Pada calon pengantin dan PUS, BKKBN sedang menggencarkan intervensi penggunaan alat kontrasepsi di mana target pemerintah kini ingin 70 persen ibu mengikuti program Keluarga Berencana (KB) setelah melahirkan guna mengatur jarak kehamilan yang menjadi salah satu penyebab kekerdilan pada anak.
Selain KB, pihaknya juga mewajibkan bagi para calon pasangan pengantin untuk melakukan pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu tiga bulan sebelum menikah. Hal itu dimaksudkan agar dapat melihat kelayakan ibu untuk merencanakan kehamilan melalui pemantauan kesehatan.
Pemantauan itu dilakukan melalui pengecekan darah, pengukuran lingkar lengan atas, tinggi badan dan juga berat badan agar dapat dipastikan ibu apakah ibu memiliki anemia atau menderita kekurangan energi kronik (KEK).
Menurut Eni, setiap perempuan memiliki peran dalam membentuk keluarga yang berkualitas. Oleh sebab itu, dia berharap setiap perempuan dapat merencanakan kehamilan, menerapkan fungsi keluarga serta menjaga kesehatan dirinya juga bayi yang dikandung.
“Perempuan di Indonesia memiliki peran dalam keluarga untuk menanamkan delapan fungsi keluarga, yang dijalankan melalui pembangunan fungsi asih, asah dan asuh untuk mewujudkan ketahanan keluarga kita,” kata Eni. [ANTARA]