Suara.com - Produk AMDK atau Air Minum Dalam Kemasan saat ini menjadi kebutuhan yang sangat vital, terutama bagi masyarakat perkotaan.
Sayangnya, meski secara regulasi sudah diatur secara ketat, namun perlindungan konsumen terkait produk AMDK masih belumlah maksimal.
Hal tersebut diungkap oleh sebuah survei distribusi dan pemasaran produk AMDK Galon Guna Ulang yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
"Produk AMDK, secara regulasi, sudah diatur sangat ketat, sejak dari hulu, proses produksi, distribusi, hingga ke tangan end user. Intinya, upaya pre market control sudah sangat bagus. Namun untuk keperluan perlindungan konsumen, upaya pre market control saja tidak cukup," jelas Ketua Pengurus Harian YLKI, tulus Abadi.
Baca Juga: Pengusaha AMDK Jawa Tengah Tolak Pelabelan Galon Polikarbonat
Survei yang dilakukan di wilayah Jabodetabek pada Februari 2022 ini mengungkap beberapa temuan yang memengaruhi kualitas produk AMDK saat sampai di tangan konsumen.
Adapun beberapa temuan dalam survei dimaksud, adalah:
1. Pengangkutan AMDK mayoritas dengan menggunakan angkutan atau truk terbuka 204 toko (61%), menggunakan roda dua/tiga, dan becak secara terbuka 81 toko (24%), menggunakan mobil/truk yang ditutup terpal 5 toko (1%), dan hanya 42 toko (13)% yang menggunakan truk atau mobil tertutup.
Dengan proses pengiriman atau pengangkutan yang seperti itu, maka pola pengangkutan produk AMDK tidak memenuhi standar dan berpotensi terpapar sinar matahari menjadi sangat besar.
2. Selaras dengan itu, sejatinya mayoritas penjual merasa penting untuk menyimpan produk AMDK agar terhindar dari sinar matahari. Namun, berdasarkan observasi survei, masih ada 152 toko (45%) penyimpanan galon guna ulang yang berisiko terpapar sinar matahari karena di taruh di luar toko dan 46 toko (14%) produk AMDK galon yang sudah terpapar matahari langsung.
Baca Juga: Disebut Penyebab Rusaknya Jalan Raya, Truk AMDK Harus Ditertibkan
"Pola pengangkutan dan penyimpanan yang tidak benar, karena terpapar sinar matahari, berpotensi merusak kualitas produk AMDK, dan berpotensi menimbulkan migrasi polutan tertentu dalam air AMDK, termasuk unsur BPA, Bisphenol A," jelasnya.
3. Pola penyimpanan dan distribusi yang demikian, bisa dipicu oleh adanya fenomena bahwa penjual AMDK mayoritas tidak mendapatkan edukasi mengenai cara penyimpanan, penjualan yang baik dan benar baik dari produsen 227 toko (83%), maupun asosiasi produsen 333 toko (99,7%).
Padahal mayoritas penjual AMDK 209 toko (63%) merasa perlu untuk diberikan edukasi karena ini merupakan salah satu kewajiban dari industri untuk mengedukasi mitranya.
4. Terkait penyimpanan, survei YLKI menemukan sebanyak 5 % (17 toko) terpapar benda berbau tajam, dan 317 toko (95%), tidak terpapar oleh benda berbau tajam. Artinya, mayoritas AMDK yang dijual tidak terpapar oleh benda berbau tajam.
Namun angka 5 persen ini (17 toko) yang terpapar benda berbau tajam tidak boleh disepelekan karena menyangkut keamanan dan kesehatan dari penggunanya.
5. Sementara itu, masih terkait pola penyimpanan, sebanyak 46 toko (14 persen) terpapar sinar matahari, 152 toko (45%) risiko terpapar sinar matahari, dan 41 persen (136 toko) aman dari sinar matahari. Artinya, angka keterpaparan produk AMDK oleh sinar matahari saat disimpan angkanya cukup signifikan.
6. Mayoritas responden mendapatkan informasi terkait pola penyimpanan lebih banyak diperoleh secara mandiri, yaitu dari label sebanyak 52%, 222 responden.
Dalam survei ini, yang menjadi obyek atau responden survei adalah 115 warung (34%), 89 minimarket (27%), 79 agen (24%), dan 51 supermarket (15%). Adapun person yang di survei dalam obyek tersebut adalah: 162 karyawan 49%, 145 pemilik 43 %, dan 27 manager 8%.