Suara.com - Mata bisa menggambarkan kondisi kesehatan Anda secara keseluruhan. Para ahli telah menemukan bahwa mata bisa menjadi jendela ke otak, yang membantu memprediksi risiko Alzheimer.
Alzheimer adalah jenis demensia yang paling umum dan memengaruhi memori, pemikiran, dan perilaku. Gejala awal Alzheimer termasuk kehilangan ingatan dan kebingungan.
Studi sebelumnya menemukan bahwa kondisi seperti kelelahan , gangguan pendengaran, dan gangguan tidur semuanya dapat memprediksi risiko Alzheimer.
Kini, petugas medis di Selandia Baru telah menemukan bahwa perubahan mata bisa menjadi kunci untuk mendeteksi Alzheimer lebih awal.
Baca Juga: Sebut Kasus Omicron Siluman di Indonesia Terus Melonjak, Kemenkes: Kami Bukan Menakuti Warga
Penelitian mereka menunjukkan bahwa penipisan retina seseorang selama usia paruh baya cenderung menjadi indikator kinerja kognitif di awal kehidupan dewasa mereka.
Retina adalah jaringan sensitif yang melapisi bagian belakang mata. Perubahan pada bagian ini bisa membantu petugas medis mendeteksi Alzheimer sejak dini.
Para ahli mengatakan bahwa penemuan ini lebih awal bisa menjadi kunci, karena mereka yang hidup dengan Alzheimer dan masalah mata mungkin mengalami rasa kebingungan yang tinggi jika penglihatan mereka terganggu.
Peneliti Ashleigh Barrett-Young dari University of Otago, Selandia Baru mengatakan deteksi Alzheimer saat ini melalui pemindaian MRI bisa menjadi proses yang panjang.
"Harapannya kecerdasan buatan bisa mengambil gambar retina seseorang dan menentukan apakah orang tersebut berisiko terkena Alzheimer jauh sebelum mereka menunjukkan gejala," kata Ashleigh Barrett-Young dikutip dari The Sun.
Baca Juga: IDI Sebut Deltacron Belum Menjadi Mutasi yang Mengkhawatirkan
Dr Barrett-Young mengatakan retina yang lebih tipis juga terkait dengan penurunan kecepatan pemrosesan yang lebih besar.
"Mengingat kita belum mampu mengobati Alzheimer tingkat lanjut dan prevalensi global penyakit ini meningkat, kemampuan mengidentifikasi orang-orang dalam tahap praklinis ketika kita masih memiliki kesempatan untuk melakukan intervensi sangat penting," ujarnya.
Para peneliti melihat data lebih dari 1.000 bayi yang lahir pada 1970-an. Kemudian, mereka meninjau kembali riwayat medis mereka lima dekade dan melihat secara khusus pada orang dewasa yang menjalani tes mata pada usia 45 tahun.
Mereka mengukur ketebalan retina di setiap tes. Petugas medis menemukan bahwa mereka yang memiliki lapisan retina tipis mendapat skor lebih rendah pada tes kinerja kognitif, baik ketika dewasa maupun masih anak-anak.
Studi sebelumnya juga menemukan bahwa mata bisa menjadi jendela ke otak. Sebuah makalah yang diterbitkan pada tahun 2018 menemukan bahwa ada hubungan antara Alzheimer dan kondisi seperti glaukoma dan degenerasi makula.