Suara.com - Invasi Rusia ke Ukraina memiliki dampak besar pada kesehatan psikologis orang-orang yang menjadi korban, terutama anak-anak yang tidak tau menau tentang perang.
Warga sipil melihat ledakan dan kematian secara langsung, Mereka mulai mengalami gangguan langsung terhadap sumber daya seperti listrik, makanan dan air.
Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pengalaman sulit seperti itu dapat menyebabkan efek samping parah, termasuk gangguan stres pasca-trauma (PTSD), depresi, dan kecemasan.
Menurut psikiater Arash Javanbakht dari Wayne State University, gejala PTSD bisa berupa flashback yang menakutkan dan realistis dari adegan perang, ingatan traumatis, panik, kesulitan tidur hingga mimpi buruk.
"Prevalensi kondisi ini lebih tinggi pada bencana yang disebabkan manusia daripada, misalnya, bencana alam," jelas Javanbakht, dilansir The Conversation.
![Evakuasi warga sipil Ukraina [Foto: ANTARA/Reuters]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/03/08/96890-evakuasi-warga-sipil-ukraina.jpg)
PTSD memengaruhi sepertiga hingga setengah pengungsi dewasa.
Sebagai contoh, satu penelitian Javanbakht pada 2019 menunjukkan lebih dari 40% pengungsi dewasa di Suriah yang bermukim di Amerika Serikat mengalami kecemasan tinggi, dan hampir setengahnya mengalami depresi.
Studi lain pada tahun yang sama juga menemukan bahwa adanya prevalensi PTSD yang tinggi (27%) dan depresi (21%) di antara 1,5 juta pengungsi internal Ukraina karena invasi terakhir ke Rusia dan pemberontok di Ukraina timur pada 2014.
Anak-anak yang paling rentan dengan kondisi seperti ini.
Baca Juga: Lionel Messi Bantu Jurnalis Argentina Lolos dari Masalah saat Meliput Konflik Rusia-Ukraina
Penelitian Javanbakht terhadap pengungsi Suriah dan Irak yang dimukimkan di Michingan juga menemukan bahwa sekitar setengah dari anak-anak mengalami kecemasan tinggi.