7 Fakta Penting di Balik Syarat Antigen dan PCR Dihapus untuk Perjalanan Domestik, Sudah Siap Lonjakan?

Selasa, 08 Maret 2022 | 18:05 WIB
7 Fakta Penting di Balik Syarat Antigen dan PCR Dihapus untuk Perjalanan Domestik, Sudah Siap Lonjakan?
Petugas kesehatan melakukan tes usap (swab test) PCR di Jakarta, Jumat (29/10/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pakar Kesehatan Prof. Tjandra Yoga Aditama menyoroti pelonggaran perjalanan dalam negeri atau perjalanan domestik tidak lagi membutuhkan hasil negatif antigen atau PCR.

Lewat aturan baru ini, masyarakat tidak perlu lagi menjalani tes Covid-19, saat menggunakan transportasi umum seperti bus, kereta, dan pesawat untuk perjalanan di dalam negeri.

Aturan baru ini sesuai Surat Edaran Satgas Covid-19 Nomor 11 Tahun 2022 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri Pada Masa Pandemi Covid-19, yang ditandatangani Ketua Satgas Covid-19 Suharyanto pada Selasa, 8 Maret 2022.

"Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN) yang telah mendapatkan vaksinasi dosis kedua atau vaksinasi dosis ketiga (booster) tidak diwajibkan menunjukan hasil negatif tes RT-PCR atau rapid test antigen," tulis SE 11/2022 tersebut.

Baca Juga: Naik Pesawat dan Kereta Api Kini Tak Harus Tes Antigen atau PCR, Ini Syaratnya

Melihat aturan ini, Prof. Tjandra meminta pemerintah tidak gegabah dan langsung lepas kontrol, sehingga harus memperhatikan 9 fakta berikut:

1. Masih Berisiko Kasus Meningkat

Jumlah kasus harian diakui Prof. Tjandra secara konsisten sudah melandai. Ia mengharapkan kasus ini juga terus menurun khususnya hingga Desember 2021 dengan sekitar 100 hingga 200 kasus sehari.

"Walau di sisi lain tentu masih mungkin ada fluktuasi," tutur Prof. Tjandra.

2. RS Harus Siap Sedia Jika Ada Lonjakan

Baca Juga: Tes PCR Masih Dibuka di Bandara Internasional Lombok Meski Sudah Ada Pelonggaran

tes PCR di Bandara Radin Inten II Lampung. [ANTARA]
tes PCR di Bandara Radin Inten II Lampung. [ANTARA]

Lantaran masih adanya lonjakan kasus, maka sistem kesehatan Indonesia juga tidak boleh lengah, termasuk kesiapan tenaga kesehatan, obat-obatan, tempat tidur, hingga fasilitas alat kesehatan harus juga selalu tersedia.

"RS dan sistem kesehatan harus selalu siap untuk antisipasi kalau-kalau ada peningkatan kasus," tutur mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu.

3. Tingkat Vaksinasi Belum Capai Target

Meski kasus Covid-19 cenderung menurun, namun angka vaksinasi Indonesia belum mencapai target yakni 208 juta penduduk Indonesia divaksinasi lengkap dua dosis.

Per 7 Maret 2022, baru ada 192 juta yang divaksinasi satu dosis, dadn 148 juta yang divaksinasi dua dosis.

"Vaksinasi primer perlu terus ditingkatkan sampai 70 persen dari total penduduk, bukan hanya 70 persen dari sasaran yang ditetapkan," ungkap Prof. Tjandra.

4. Booster Harus Ditingkatkan

Vaksin booster atau vaksinasi dosis ketiga, terbukti bisa mengurangi gejala keparahan saat terinfeksi Covid-19, sehingga jumlahnya masih harus ditingkatkan maksimal.

Per 7 Maret 2022, masih ada 12,6 juta orang yang baru divaksinasi booster Covid-19.

"Angka cakupan sekitar 5 hingga 6 persen sekarang ini nampaknya masih terlalu rendah," tuturnya.

5. Angka Kematian Harian Covid-19 Masih Tinggi

Banyak pakar menyoroti, meski kasus kesembuhan meningkat dan kasus baru menurun, tapi kematian masih terus bertambah, bahkan dianggap masih tinggi, meskipun sangat jauh jika dibandingkan pada gelombang Delta di Juni hingga Agustus 2021 silam.

"Angka kematian nasional masih perlu dikendalikan, diharapkan dapat kembali ke data awal Januari 2022 dimana yang wafat tidak sampai 10 orang per hari," katanya.

6. Penularan Masih di Atas 5 Persen

Risiko Penularan atau positivity rate di Indonesia versi tes PCR, per 7 Maret 2022, masih di angka 32 persen. Namun kata Prof. Tjandra baiknya angka ini harus ditekan.

"Angka kepositifan tentunya sudah menurun, akan baik kalau kepositifan sudah di bawah 5 persen," jelas Direktur Pascasarjana Universitas YARSI itu.

7. WGS Harus Tetap Aktif

Selain masih banyaknya masyarakat yang belum terlindungi, varian baru Covid-19 yang lebih menular dan bisa menyebabkan penyakit berbahaya bisa jadi ancaman terjadinya gelombang pandemi baru.

Itulah sebabnya, aktivitas whole genom squencing (WGS) atau kegiatan mengurutkan struktur dan keturunan virus harus terus berjalan.

"Juga WGS perlu ditingkatkan untuk wanti-wanti dan deteksi dini kalau ada varian baru, dapat termasuk juga surveilans limbah," tutup Prof. Tjandra.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI