Suara.com - Angka prevalensi obesitas bagi anak muda Indonesia terus meningkat. Hal tersebut disebabkan karena perubahan aktivitas fisik dan meningkatnya konsumsi makanan tinggi kalori dengan kandungan gula, garam, dan lemak yang tinggi.
Plt Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan RI, dr. Elvieda Sariwati, M.Epid, mengatakan, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar, prevalensi obesitas untuk usia 18 tahun ke atas meningkat dari 14,8 persen di tahun 2013 menjadi 21,8 persen di tahun 2018.
"Kondisi ini diperburuk dengan meningkatnya kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi makanan yang tidak sehat sejak pandemi," ungkap dia dalam
Hal tersebut tentu sangat disayangkan, terlebih obesitas dapat meningkatkan risiko komplikasi penyakit tidak menular seperti diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi. Masyarakat yang mengalami obesitas diketahui memiliki risiko diabetes yang lebih tinggi sebesar 8 kali lipat.
Baca Juga: Cara Mendeteksi Obesitas Tak Hanya dari Angka Timbangan
Selain diabetes, lanjut dia obesitas juga berkaitan dengan peningkatan risiko hipertensi hingga 5 kali lipat dan risiko penyakit jantung hingga 2 kali lipat. Hal ini tentunya perlu diwaspadai karena prevalensi penyakit-penyakit kronis tersebut terus meningkat di Indonesia.
“Obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan hipertensi juga merupakan faktor komorbid COVID-19, yang dapat meningkatkan risiko tingkat keparahan dan kematian saat positif terpapar COVID-19," tambah dr. Elvieda.
Hal yang sama diungkapdr. Marya Haryono, MGizi, SpGK, FINEM, Dokter Spesialis Gizi Klinis. Ia menjelaskan jika obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebih akibat ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama (WHO, 2000) .
Ditambah lagi dengan tingginya frekuensi kegiatan online selama pandemi, membuat anak muda memiliki kebiasaan ngemil atau mengonsumsi jenis makanan tinggi gula, garam, lemak sambil belajar atau bekerja, diikuti dengan kurangnya aktivitas fisik selama mereka di rumah, yang dapat menyebabkan lemak semakin menumpuk dan berisiko obesitas.
Obesitas dapat dicegah saat masih muda dengan mengatur keseimbangan energi dalam tubuh. Bisa dimulai dari mengatur pola tidur atai istirahat yang cukup, pola aktivitas fisik yang kontinu dengan intensitas rendah sampai sedang.
Baca Juga: Data WHO: Korban Meninggal karena COVID-19 Hampir 6 Juta Jiwa
"Pola emosi makan juga perlu diatur karena kebiasaan makan dengan jumlah berlebih dan cenderung memilih jenis makanan tidak sehat yang tinggi gula, garam, dan lemak disebabkan oleh emosi," jelas dia.
Selain itu, pola makan perlu diperhatikan sesuai jumlah, jenis, jadwal makan, dan pengolahan bahan makanan yang dianjurkan, yaitu jumlah sayur sebesar 2 kali lipat jumlah sumber karbohidrat dan protein, serta memerhatikan label kemasan sebelum makan guna membatasi asupan gula, garam, lemak yang ada di makanan dan minuman.
Hal ini penting agar kita dapat lebih sadar akan jumlah gula, garam, dan lemak yang dikonsumsi setiap harinya. Anak muda perlu melakukan pengelolaan ini sedini mungkin agar dapat melawan obesitas.
Dalam rangka memperingati Hari Obesitas Sedunia yang jatuh setiap tanggal 4 Maret, Nutrifood bersama mitra strategis Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengajak anak muda mencegah dan melawan obesitas sejak dini untuk meningkatkan produktivitas dan membangun hidup yang berkualitas, melalui Festival Komunitas #BeatObesity 2022.
Acara ini merupakan bagian dari kampanye Nutrifood yang telah dijalankan sejak 2013 bersama Kementerian Kesehatan dan BPOM RI terkait pentingnya membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak serta cermat membaca label gizi kemasan.
Tahun ini, Festival Komunitas #BeatObesity secara khusus mengangkat tema ‘Anak Muda Lawan Obesitas’. Program Festival Komunitas #BeatObesity 2022 juga merupakan komitmen Nutrifood untuk mendukung gerakan global lawan obesitas bertema “Everybody Needs to Act” dalam rangka Hari Obesitas Sedunia.