Penyakit Lumpy Skin Terdeteksi di 31 Daerah di Indonesia, Penyakit Apa Itu?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Senin, 07 Maret 2022 | 09:30 WIB
Penyakit Lumpy Skin Terdeteksi di 31 Daerah di Indonesia, Penyakit Apa Itu?
Lumpy Skin Disease. (Dok: Yadav)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Otoritas biosekuriti Australia kini tengah bersiaga setelah penyakit virus serius yang menyerang sapi dan kerbau terdeteksi di Indonesia. Seperti diketahui, dikutip dari ABC, pemerintah Indonesia baru-baru ini ini memastikan penyakit kulit benjol atau lumpy skin disease telah ditemukan di 31 desa di Pulau Sumatera.

Penyakit virus ini menyebabkan luka pada kulit, demam, kehilangan nafsu makan, penurunan produksi susu, dan dapat menyebabkan kematian pada sapi dan kerbau. Lantas apa itu lumpy skin disease? Dan seberapa berbahaya? 

Dikutip dari situs resmi Balai Besar Veteriner Wates,  Lumpy Skin Disease adalah penyakit kulit infeksius yang disebabkan oleh Lumpy Skin Disease Virus (LSDV).  Virus tadi merupakan materi  genetik DNA dari genus Capripoxvirus dan famili Poxviridae.

Lumpy Skin Disease. (Dok:  Sripiachai)
Lumpy Skin Disease. (Dok: Sripiachai)

Virus ini umumnya menyerang hewan sapi dan kerbau. Belum ada laporan terkait kejadian LSD pada ruminansia lain seperti kambing dan domba. Dalam situs tersebut dituliskan bahwa Penularan LSD secara langsung melalui kontak dengan lesi kulit, namun virus LSD juga diekskresikan melalui darah, leleran hidung dan mata, air liur, semen dan susu. Penularan juga dapat terjadi secara intrauterine.

Baca Juga: Harga Daging Sapi di Bandung Berpotensi Tembus Rp 150 Ribu per Kilogram, Disdagin Lakukan Ini

Secara tidak langsung, penularan terjadi melalui peralatan dan perlengkapan yang terkontaminasi virus LSD seperti pakaian kandang, peralatan kandang, dan jarum suntik. Penularan secara mekanis terjadi melalui vektor yaitu nyamuk (genus aedes dan culex), lalat (Stomoxys sp, Haematopota spp, Hematobia irritans), migas penggigit dan caplak (Riphicephalus appendiculatus dan Ambyomma heberaeum).

LSD pertama kali dilaporkan di Zambia, Afrika pada tahun 1929 dan terus menyebar di benua Afrika, Eropa dan Asia. Pada tahun 2019, LSD dilaporkan di China dan India lalu setahun setelahnya dilaporkan di Nepal, Myanmar dan Vietnam. Pada tahun 2021, LSD telah dilaporkan di Thailand, Kamboja dan Malaysia.

Masa inkubasi LSD berkisar antara 1-4 minggu. Walaupun mortalitas penyakit ini dibawah 10 persen, namun morbiditas yang sering dilaporkan adalah sekitar 45 persen.

Sejauh ini belum ada bukti bahwa penyakit ini zoonosis atau menular ke manusia. Meski demikian penting untuk mengetahui cara pencegahan penularan dari hewan tersebut. 

Baca Juga: Peringatan WHO tentang Konflik Rusia-Ukraina: Dapat Meningkatkan Kasus Covid-19 dan Munculnya Varian Baru

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI