Suara.com - Pernahkah Anda merasakan suasana hati yang berubah jadi sendu ketika cuaca mendung atau hujan? Atau Anda tiba-tiba merasa sangat gusar ketika sinar matahari m=bersinar sangat terik? Ya, ternyata kondisi iklim memang dapat memengaruhi kesehatan mental seseorang.
Dikatakan bahwa kondisi iklim yang ekstrim dapat menimbulkan masalah seperti kecemasan, depresi, stres traumatis akut, dan masalah tidur mulai dari yang ringan hingga parah, yang bahkan mungkin memerlukan rawat inap.
Sebuah laporan dari kelompok kerja II The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tentang "Perubahan Iklim 2022: Dampak, Adaptasi dan Kerentanan" yang dirilis pada akhir Februari 2022 lalu, memperingatkan bahwa berbagai peristiwa dan kondisi iklim akan berdampak buruk pada kesehatan mental.
"Jalur di mana peristiwa iklim mempengaruhi kesehatan mental bervariasi, kompleks dan saling berhubungan dengan pengaruh non-iklim lainnya yang menciptakan kerentanan," tulis isi laporan tersebut dilansir Indian Express.
Baca Juga: Waspada, Konsentrasi Gas Rumah Kaca di Atmosfer Indonesia Naik Setiap Tahun
"Paparan iklim mungkin langsung, seperti mengalami peristiwa cuaca ekstrem atau suhu tinggi yang berkepanjangan, atau tidak langsung, seperti konsekuensi kesehatan mental dari kekurangan gizi atau perpindahan," kata laporan itu.
Laporan IPCC telah memperingatkan bahwa tidak menghilangkan emisi akan menyebabkan kerusakan serius bagi dunia, terutama Asia Selatan dengan meningkatnya gelombang panas yang tak tertahankan, kelangkaan makanan dan air, dan kenaikan permukaan laut.
Laporan tersebut juga menyebutkan pengaruh moderasi non-iklim yang berkisar dari kepribadian individu dan kondisi yang sudah ada sebelumnya, dukungan sosial, hingga ketidakadilan struktural.
"Bergantung pada latar belakang dan faktor kontekstual ini, peristiwa iklim serupa dapat mengakibatkan berbagai hasil kesehatan mental potensial, termasuk kecemasan, depresi, stres traumatis akut, gangguan stres pasca-trauma, bunuh diri, penyalahgunaan zat, dan masalah tidur, dengan kondisi berkisar dari yang sifatnya ringan hingga yang memerlukan rawat inap," kata laporan tersebut, yang disetujui oleh hampir 200 negara.
Mengacu pada sebuah penelitian, laporan itu mengatakan bahwa di Kanada, ditemukan hubungan antara paparan panas rata-rata 28 derajat Celcius dalam empat hari paparan dan penerimaan rumah sakit yang lebih besar untuk gangguan suasana hati dan perilaku, termasuk skizofrenia, mood, dan gangguan neurotik.
Baca Juga: BMKG: Hujan Ekstrem Hingga Banjir di Indonesia karena Perubahan Iklim
Sebuah penelitian lain di AS menemukan masalah kesehatan mental meningkat 0,5 persen ketika suhu rata-rata melebihi 30 derajat Celcius, dibandingkan dengan rata-rata antara 25-30 derajat Celcius; pemanasan 1 derajat Celcius selama lima tahun dikaitkan dengan peningkatan dua persen masalah kesehatan mental.
"Studi lain menemukan kenaikan 1 derajat Celcius dalam suhu rata-rata bulanan selama beberapa dekade dikaitkan dengan kenaikan 2,1 persen dalam tingkat bunuh diri di Meksiko dan 0,7 persen kenaikan tingkat bunuh diri di AS," kata laporan tersebut.
Sebuah tinjauan sistematis dari penelitian yang diterbitkan menggunakan berbagai metodologi dari 19 negara, menemukan peningkatan risiko bunuh diri yang terkait dengan kenaikan suhu sekitar 1 derajat Celcius.
Akan tetapi, dikatakan bahwa paparan juga dapat terjadi dengan orang yang mengalami penurunan kesehatan mental yang terkait dengan mengamati dampak perubahan iklim pada orang lain, atau hanya dengan belajar tentang perubahan iklim.