Suara.com - Sebuah studi kecil terhadap remaja dan orang berusia awal dua puluhan menunjukkan adanya kaitan antara waktu yang dihabiskan di media sosial dengan tingkat keparahan tics.
Tic merupakan gerakan maupun ucapan kompulsif, yang seringkali berulang dan biasanya dimulai pada masa kanak-kanak.
Salah satu diagnosis untuk gangguan tic kronis adalah sindrom Tourette, lapor Insider.
Gerakan berulang tersebut dapat berupa kedutan hingga gerakan kepala, beberapa ucapan yang perlu diulang beberapa kali.
Gelombang tiba-tiba dari meningkatnya kasus tic pada remaja sejak awal pandemi membingungkan para ilmuwan di seluruh dunia, mendorong dilakukannya penelitian jurnal medis.
Upaya terbaru untuk memahami peningkatan prevalensi tic adalah dengan mengaitkannya dengan media sosial.
"Mengingat ada penigkatan dalam penggunaan media sosial selama pandemi serta gangguan tic di klinik kami, kami menyelidiki apakah ada korelasi antara kedua hal ini," jelas spesialis gangguan gerakan di University of Florida, Jessica Frey.

Pandemi Covid-19 memperparah gangguan tic pada remaja dan dewasa muda
Dalam studi ini, 20 orang berusia 11 hingga 21 tahun menyelesaikan survei tentang waktu yang mereka habiskan di media sosial, frekuensi dan tingkat keparahan tic, serta kualitas hidup.
Baca Juga: PLN: Perbaikan Gangguan Listrik di Madura Butuh 8 hingga 10 Hari
Sebagian besar (90%) peserta mengatakan mereka membuka media sosial lebih sering selama pandemi Covid-19, dan 85% mengklaim perilaku tic mereka meningkat lebih sering.