Suara.com - Baru dua bulan tahun 2022 berjalan, di Indonesia sudah ada 145 orang meninggal karena demam berdarah dengue atau DBD. Meski begitu, tak sedikit yang masih menganggap remeh penyakit ini.
Fase DBD sendiri punya pola yang unik, dan tidak semua orang mengetahuinya. Dokter spesialis anak Konsultan Penyakit Infeksi & Tropis Anak, Dr. dr. Debbie Latupeirissa, Sp.A (K) menjelaskan bahwa DBD memiliki fase berbahaya yang perlu dikenali dan diwaspadai, terlebih pada anak yang umumnya tidak bisa menjelaskan kondisi yang dirasakannya.
"Jika pasien DBD telah memasuki fase berbahaya, dan terjadi pada anak-anak berusia lebih kecil yang belum dapat mengutarakan kondisi mereka, banyak yang kemudian dirawat di rumah sakit untuk dipantau lebih ketat kondisinya," ujar Dr. Debbie melalui keterangannya kepada suara.com, Senin (28/2/2022).
Lebih lanjut, ia menjelaskan secara rinci 3 fase DBD yang harus diketahui dan diawasi dengan baik, untuk mencegah perburukan. Berikut penjelasannya:
Baca Juga: Ini Perbedaan Gejala Omicron dan DBD, Waspadai Jika Mengalami Beberapa Tanda Ini!
1. Fase Awal atau Fase Febrile
Fase awal setelah ditemukan infeksi DBD dari gejala demam tinggi, beberapa nyeri di belakang mata, sakit kepala, dan nyeri sendi. Lalu dilakukan tes laboratorium, dan ditemukan sel darah merahnya atau trombosit terus menurun.
Fase febrile belum terjadi perdarahan, berlangsung selama 1 hingga 3 hari, lalu berlanjut di hari ke-4 dan ke-5 demam sudah menurun.
2. Fase Kritis
Banyak orangtua merasa tenang saat demam anak sudah turun, padahal dalam DBD, ini adalah fase kritis, dan banyak yang mengira anak sudah sembuh padahal ada risiko terjadinya syok dan bisa berakibat fatal.
Baca Juga: Kasus DBD Menjangkit di Karimun, Paling Banyak Serang Anak-anak
“Selain itu, dapat terjadi pula penurunan trombosit lebih jauh yang ditandai dengan perdarahan, seperti mimisan, gusi berdarah atau timbul bintik-bintik merah pada kulit yang spontan,” ungkap Dr. Debbie.
Pada fase kritis terjadi perembesan plasma darah sehingga terjadi peningkatan kekentalan darah atau hematokrit. Ini adalah hal yang penting diwaspadai.
Menurut dokter yang berpraktik di RS Pondok Indah Bintaro Jaya itu, pada fase ini, si kecil perlu banyak cairan dengan banyak minum atau pemberian cairan infus. Jika kebutuhan cairan tidak tercukupi, risiko si kecil mengalami syok yang dapat membahayakan jiwa akan meningkat.
“Apalagi jika syok tidak teratasi dalam waktu cepat, kemungkinan akan terjadi komplikasi perdarahan hebat yang akan sulit diatasi,” tutur Dr. Debbie.
Perdarahan bukan hanya disebabkan jumlah trombosit yang sangat menurun, tetapi juga disebabkan gangguan fungsi pembekuan darah.
Risiko lain yang dapat terjadi pada fase kritis ini, yaitu gangguan kesadaran, gangguan fungsi ginjal, serta gangguan fungsi hati dan organ lainnya. Kondisi ini dapat terjadi pada kurang lebih 30 persen kasus dengue berat.
“Pada umumnya, kasus DBD yang ditangani dengan kecukupan cairan dengan baik akan terhindar dari kemungkinan terjadinya komplikasi yang berat. Inilah pentingnya perawatan di rumah sakit,” terangnya.
3. Fase Penyembuhan
Jika dirawat di rumah sakit, dokter setiap hari akan mengecek kadar trombosit melalui pengambilan darah. Tapi saat trombosit mulai menunjukan kenaikan, di sinilah anak atau pasien DBD sudah menunjukan kesembuhan.
Fase ini biasanya terjadi di hari ke-6 hingga ke-7 perawatan. Selain demam yang menurun, kondisi tubuh juga akan perlahan membaik.
“Untuk mempercepat pemulihan si kecil, pilih asupan nutrisi yang baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh, termasuk kadar trombosit,” tutup Dr. Debbie.